Pengikut

Kamis, 14 Maret 2013

*HIDUP SEDERHANA DI JAKARTA*

Malam itu aku tidur nyenyak karena benar-benar merasa kecapean. Keesokan harinya aku mengikuti paman mudaku dan istrinya ke kedai foto kopi mereka. Pemuda yang mengantarkanku telah kembali lagi ke Jakarta. Ternyata pemuda tersebut adalah anak buah paman mudaku. Seharian kuhabiskan dengan penuh kebosanan di foto kopi tersebut. Sore harinya paman mudaku membawaku ke rumah paman tuaku. Ternyata paman tuaku punya foto kopi juga di sebuah ruko yang langsung dijadikannya rumah.  Beliau memiliki  dua orang anak yang masih balita. Anak tertuanya berumur 4 tahunan.
Aku memutuskan untuk menginap dirumah paman tuaku. Selanjutnya paman mudaku kembali pulang bersama istrinya. Di rumah  paman tuaku, aku merasa agak sedikit terhibur karena beliau memiliki akses internet yang bagus. Selain itu, aku juga bisa bermain dengan anak perempuanya yang berumur 4 tahun tersebut. Istri paman tuaku juga ramah dan memasakkanku makan malam yang enak.
Keesokan harinya paman tuaku mengantarkanku menjemput barang-barangku ke rumah paman mudaku. Selanjutnya kami menuju foto kopi paman mudaku. Disana aku menghabiskan waktu sampai zuhur bersama sepupu kecilku. Aku sholat zuhur di sebuah musholla di komplek rumah yang berada dibelakang foto kopi pamanku. Sepupu kecilku setia menemaniku. Selesai sholat aku mendengar bunyi heboh. Aku dan sepupu kecilku melihat pertukan topeng monyet diluar musholla. Lagi-lagi itu adalah pengalaman pertamaku melihat topeng monyet. Benar-benar pertunjukkan yang menghibur.
Sekitar jam dua siang, paman muda dan pamn tuaku mengatakan kalau mereka akan mengajakku jalan-jalan ke monas. Aku benar-benar bahagia karena akhirnya aku bisa ke monas juga. Di perjalanan handphoneku berdering dan kulihat pesan dari pemuda wartawan yang kenalan denganku di atas pesawat. Dia menanyai kabarku. Aku mengatakan kalau aku sedang dibawa jalan-jalan ke monas oleh pamanku. Ternyata saat itu dia juga telah kembali berada di Jakarta dan sedang meliput di sebuah acara pemerintahan. Dia mengatakan berkemungkinan kami bisa bertemu di monas karena dia dan teman-temannya juga akan menuju ke monas setelah acara peliputan.
Namun, sesampainya di monas aku tidak sempat bertemu dengannya karena kami berselisih jalan. Ketika aku telah pulang, dia baru sampai di monas. Akhirnya kami memutuskan untuk bertemu lagi suatu saat nanti setelah kembali ke kampung. Aku kembali  ke rumah paman tuaku dengan perasaan sedikit kecewa karena kami tidak bisa masuk menikmati peninggalan-peninggalan sejarah yang ada di lantai dasar bangunan monas. Aku bertekad suatu saat aku akan kembali lagi kesana untuk menelusuri seluruh bagiann monas dan sholat berjemaah di mesjid istiqlal.
Malam itu adalah malam terakhirku d Jakarta. Salah seorang anak buah paman tuaku mengajakku jalan-jalan menikmati pemandangan Jakarta di malam hari. Banyak hal yang kulihat malam itu. Mulai dari pedagang jajanan malam, muda-mudi berpasangan, para pengamen dan gelandangan. Ada rasa takut dihatiku membayangkan kalau-kalau ada orang jahat yang membuntutiku. Tiba-tiba bless…..ban sepeda motor kami bocor. Anak buah pamanku mencari bengkel terdekat untuk menambal ban. Akhirnya kami pulang larut malam. Aku minta maaf kepada pamanku karena telah membuatnya cemas.
Keesokan harinya merupakan hari terakhir juga sebelum puasa ramadhan. Pamanku mengatakan kalau dia sekeluarga akan pergi memancing menikmati hari terakhir sebelum puasa ramadhan. Beliau  hanya bisa mengantarkanku ke Bandara Soekarno hatta jam 7 pagi. Padahal tiket pesawatku adalah jam 11 siang. Aku menyetujui idenya untuk mengantarkanku ke Bandara jam 7 tersebut karena aku membayangkan nantinya pasti akan kesulitan pergi sendiri ke Bandara tersebut sebab aku belum tahu seluk beluk bandara Soekarno Hatta.

*MENGGEMBEL DI JAKARTA*

Aku mengambil koperku dan berpamitan kepada seluruh teman-temanku yag masih di hotel. Di luar gerbang hotel, aku celingukan mencari-cari orang yang dimaksud pamanku. Aku melihat diujung pagar seorang pemuda seusiaku duduk diatas motor sambil menunggu seseorang. Dia berperawakan lebih tinggi dari aku, rambutnya ikal, kulitnya sawo matang. Di dalam hati aku menerka kalau pemuda itu adalah anak buah pamanku yang sedang menungguku. Aku menghampirinya dan menayakan apakah dia sedang menunggu seseorang yang bernama Resa. Dia mengangguk dan tersenyum manis kepadaku. Lalu aku memperkenalkan diri kepadanya.
Beberapa saat kemudian aku telah berboncengan dengan motornya mengarungi keramaian lalu lintas Jakarta. Koperku diletakkan di bagian depan. Aku meminta maaf kepadanya karena telah membuatnya repot. Dia mengatakan kalau dia memang selalu patuh sama perintah bosnya. Aku bertanya kepadanya tentang tujuan kami selanjutnya. Dia mengatakan akan membawaku ke Jakarta selatan ke foto copy pamanku, selanjutnya dia akan mengantarkanku ke rumah pamanku.
Dalam kepalaku aku membayangkan kalau Jakarta selatan tersebut dekat dengan lokasi hotelku. Ternyata dugaanku salah, jalanan menuju kesana benar-benar jauh, banyak belokan dan kemacetan. Udara yang panas dan penuh debu membuatku benar-benar merasa gerah dan tidak nyaman. Untuk menghilangkan semua rasa tersebut,  aku membayangkan kalau sebentar lagi aku akan bisa beristirahat tenang di rumah pamanku. Aku membayangkan bisa makan siang di rumah pamanku karena perutku saat itu sudah mulai terasa lapar.
Sepanjang jalan aku hanya banyak terdiam dan tidak bercerita banyak dengan pemuda itu karena aku tidak punya topic banyak untuk bercerita dengannya. Tidak lama kemudia kamipun sampai di foto kopi pamanku. Aku benar-benar terkejut karena foto kopi tersebut hanya berbentuk warung kecil di sebuah pasar. Aku tidak melihat tanda-tanda kalau rumah pamanku ada dilokasi tersebut. Aku benar-benar merasa kikuk. Pemuda tersebut menurunkan koperku dan menyuruh ku makan siang di sebuah rumah makan padang yang ada di sebelah foto kopi tersebut dan berkata kalau dia yang akan membayarnya.
Setelah makan dan  numpang sholat zuhur  di rumah makan tersebut, aku langsung kembali menuju foto kopi pamanku dan menemui pemuda itu lagi. Dia menyuruhku menunggunya untuk beberapa jam sebelum pergi ke rumah pamanku. Smbil menunggu aku bermain dengan computer yang tersedia disana. Dia bercerita kepadaku kalau dia tinggal berdua dengan temannya di foto kopi pamanku tersebut. Sekali seminggu pamanku datang kesana untuk memantau mereka. Aku juga bercerita kepdanya kalau aku tidak tahu rupa paman yang akan kutemui tersebut. Dia mengatakan kalau pamaku yang akan kutemui nantinya ada dua orang. Mereka tinggal di tangerang. Salah seorang dari pamanku tersebut adalah bos mereka.
Setelah sholat asyar, pemuda tersebut menyuruhku bersiap-siap untuk berangkat menuju rumah pamanku. Di perjalanan aku benar-benar merasakan ketidaknyamanan lalu lintas Jakarta. Beberapa kali motornya tersenggol-senggol oleh mobil yang berjalan menyelip, Aku benar-benar takut karena baru pertama kali merasakan hal yang seperti itu. Kulihat pemuda tersebut terlihat santai dengan situasi seperti itu. Empat hari di Jakarta telah membuatku merasakan dua sisi kehidupan yang berbeda. Pertama, aku merasakan hidup mewah selama acara PDOku, tinggal di hotel yang mewah, makan-makanan enak dan bepergian dengan taksi yang nyaman. Namun hari itu aku merasakan hidup seperti orang terlantar yang berjalan dalam  udara panas Jakarta yang penuh debu, mengaharapkan belas kasihan orang lain untuk hidup dan makan.
Lagi-lagi aku lebih banyak terdiam di atas motor pemuda tersebut. Aku harus berkonsentrasi dengan posisi dudukku karena pemuda tersebut  ngebut memacu kecepatan motornya. Apalagi waktu melewati jalan tol. Aku benar-benar takut jatuh dan berpegangan erat pada bajunya. Aku tidak berani memegangi pinggangnya karena aku belum pernah melakukan hal tersebut sebelumnya dengan seorang laki-laki apalagi dia bukanlah muhrimku. Dalam fikiranku terbayang seandainya kami terjatuh mungkin jaketnya akan robek karena peganganku.
Daerah Di sepanjang jalan aku melihat nama-nama lokasi yang kulalui. Kulihat daerah Daan Mogot. Aku teringat kalau  aku pernah  tahu nama daerah Daan Mogot tersebut dari siaran telivisi  Mamah dedeh. Waktu  itu jemaah yang datang dati Musholla yang ada di Daan Mogot. Dan kami menjadikan tayangan televise tersbut sebagai bahan pelajaranku di kampus. Aku tersenyum di dalam hati karena tidak menyangka akan bisa datang ke daerah tersebut.
Setelah berkendara 3 jam akhirnya kamipun sampai di foto kopi pamanku yang di tangerang. Disana pamanku yang muda telah menungguku bersama istrinya. Aku menyalami dan menciumi punggung tangan mereka sebagai tanda hormatku kepada mereka. Pamanku memesankan sebotol teh es untukku dan pemuda itu. Setelah sholat magrib kamipun pulang kerumah pamanku yang muda. Di jalan, pemuda tersebut mengatakan kalau pamanku yang muda tersebut baru menikah 2 bulan yang lalu dengan istrinya. Di dalam hati aku benar-benar merasa segan telah merepotkan mereka semua.
Sesampainya dirumah aku membantu  istri pamanku memasak makan malam. Kami banyak bercerita. Ternyata istri pamanku tersebut seusia denganku dan dia mengataka kalau dia kawin dengan paman mudaku karena dijodohkan oleh orang tuanya. Aku benar-benar terkejut mendengar ceritanya dan aku mengeluarkan tausiah-tausiah rumah tangga yang pernah kudapatkan dalam materi halaqahku, tentang keikhlasan untuk menjadi seorang istri dan berbakti kepada suami.

*HARI TERAKHIR HIDUP MEWAH DI JAKARTA*


Kami kembali ke hotel tempat menginap dan melanjutkannya dengan acara malam perpisahan dengan semua grantees beasiswa. Kami berkumpul di sebuah taman yang ada di atap hotel. Disana kami saling memperkenalkan daerah asal masing-masing secara mendalam dan menyampaikan pesan kesan buat semua teman-teman selama acara berlagsung.
Malam  itu aku  tidur larut malam. Keesokan harinya teman-teman banyak yang telah bersiap-siap untuk pulang ke daerah masing-masing. Aku menelvon adek bapakku yang telah berjanji akan menjemputku. Aku benar-benar kaget mendengar operator telkomsel berbicara “maaf, nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan”. Aku mencoba legi berulang kali, namun hasilnya nihil. Aku baru tersadar bahwa pamanku tersebut pernah berkata kalau nomor ponselnya tidak aktif, berarti dia sedang berada di luar negeri. Memang, pamanku tersebut bekerja dengan perusahaan asing. Jadwal kerjaya sebulan di Indonesia dan sebulan di luar negeri.
Aku benar-benar bingung karena uangku yang tersisa dalam saku hanya 2 ribu rupiah, , jadwal tiket kepulanganku terlanjur kuminta tanggal 30 yaitu tiga hari lagi, jatah menetap dihotel hanya sampai jam 12 siang, jika lewat jam tersebut aku masih di hotel maka aku harus membayar sendiri akomodasinya. Aku menelvon bapak ke kampung dan menceritakan semua hal yang terjadi. Setelah terdiam beberapa lama, akhirnya Bapakku teringat akan saudara jauhnya yang juga tinggal di Jakarta dan mengelola usaha foto copy.
Bapak mematikan sambungan telvonku dan menelvon saudara jauhnya tersebut dan meminta bantuannya untuk menjemputku ke hotel dan memberi tumpangan hidup untuk tiga hari. Beberapa saat kemudian, bapak menelvonku lagi dan memberitahukan kalau saudara jauhnya yang kupanggil paman akan menjemputku ke hotel dan memberiku  tumpangan untuk  tinggal di rumahnya selama tiga hari. Aku benar-benar bersyukur ternyata masih ada jalan keluar yang tersedia buatku. Sembari menunggu, banyak teman-teman yang mengajakku untuk jalan-jalan ke monas. Aku tertarik dengan ajakan mereka. Sebenarnya waktu itu tidak konsentrasi lagi alias linglung. Aku tidak sadar kalau uang yang tersisa dalam sakuku tinggal dua ribu rupiah.
Aku meletakkan koperku di kamar salah seorang teman yang tetap dihotel sampai jadwal check out. Selanjutnya aku mengikuti teman-teman loket  pembelian tiket bus way. Untuk membayar tiket bus way, aku menyerahkan duitku yang hanya tinggal 2 ribu kepada temanku sambil nyengir. Aku tidak tahu pasti harga tiket bus way tersebut. Namun, yang jelas temanku memberikan sebuah tiket bus way kepadaku. Mungkin dia menambahkan kekurangan uangku untuk bus way tersebut.
Setelah menunggu beberapa saat, banyak busway yang datang, tapi semuanya selalu penuh oleh penumpang. Aku memandangi tiket busway di tanganku dengn penuh ketidakyakinan. Aku tidak yakin aka ke monas dengan kondisi yang kualami waktu itu. Aku cemas kalau  nantinya pamanku menjemputku ke hotel  ketika aku sedang berada di monas. Aku juga cemas kalau nantinya pulang dari monas kami melewati jadwal check out sehingga harus membayar akomodasi dengan duit sendiri karena barang-barangku masih disana. Akupun tersadar kalau nantinya pasti aku juga tidak ada duit lagi untuk masuk monas dan ongkos untuk balik ke hotel.
Aku menceritakan semua yang kecemasanku tersebut kepada beberapa orang temanku yang masih terlihat bersemangat menunggu bus way.Beberapa orang diantara mereka ada yang setuju denganku dan memutuskan untuk kembali ke hotel. Namun beberapa orang yang lain tetap melanjutkan rencananya ke monas. Saat itu aku belajar akan pentingnya membuat keputusan yang bijaksana disaat yang genting. Benar-benar pengalaman yang penuh pelajaran.
Setelah berfoto-foto sepuas mungkin di jembatan penyebrangan busway, kami kembali ke hotel sambil tertawa-tawa untuk menghibur hati. Didalam hati aku yakin kalau aku  bisa ke monas di lain waktu. Tidak beberapa lama di hotel,  handphoneku berdering dan kulihat sebuah nomor baru masuk. Aku mengangkat dan mendengar suara pamanku diseberang telvon. Beliau mengatakan kalau anak buahnya telah menungguku di halaman hotel. Sebenarnya aku belum pernah bertemu dengan pamanku tersebut, tapi kata bapak, pamanku tersebut sangat mengenaliku karena pernah bertemu denganku beberapa kali dan bapak juga sering bercerita tentang aku kepadanya.

*PDO in GRAND CEMARA HOTEL*


Keesokan harinya yang merupakan hari ketigaku di Jakarta, kami terlambat menuju hotel grand cemara karena susah mendapatkan taksi. Kami mendapat nasihat yang berharga dari pimpinan foundation yang mengelola beasiswa kami. Hari itu aku benar-benar belajar arti kedisiplinan yang harus aku biasakan untuk kehidupanku selanjutnya.
Aku perhatikan hotel grand cemara tersebut jauh lebih mewah dari hotel tempatku menginap. Mulai dari penyajian makanannya yang lezat-lezat, fasilitas-fasilitas yang ada di dalamnya mewah-mewah. dan para pelayannya pun berpenampilan mewah seperti pekerja kantoran. Disana juga ada kolam renang yang besar dengan airnya yang bersih.
Dalam acara PDO tersebut, aku  mendapat pembekalan yang super komplit tentang serba-serbi kehidupan baru yang nantinya akan kujalani di Amerika. Mulai dari budaya makan, bertegur sapa, penggunaan fasilitas-fasilitas umum amerikaAcara sampai pantangan-pantangan yang tidak boleh kami lakukan dengan sengaja.
Secara garis besarnya aku seperti belajar cross culture understanding. Selain itu aku juga mendapat pembekalan tentang rute-rute yang akan kujalani nantinya mulai dari jepang, san fransisco dan sampai ke Arizona. Aku diajarkan cara mengisi formulir-formulir yang akan kami terima di perjalanan nantinya.  Tanpa terasa acara pun  berjalan mengasyikka sampai jam delapan malam.

*MEDICAL CHECK UP and @ AMERICA*


Selanjutnya kami kembali ke hotel tempat menginap untuk makan siang. Setelah sholat zuhur kami melaksanakan medical check up bersama para dokter dari rumah sakit Omni Hospital. Sebelumnya aku pernah mendengar nama rumah sakit tersebut dengan kasusnya prita. Aku tidak menyangka kalau akhirnya aku justru juga medical check up melalui tim dari rumah sakit tersebut.
Aku mengikuti semua proses medical check up yang baru pertama kalinya kuikuti tersebut. Mulai dari pemeriksaan unrine, pemeriksaan tekanan darah, pengukuran tinggi badan, penimbangan berat badan, pemeriksaan mata pemeriksaan gigi, rontgen dada dan suntik vaksin MMR (Measles Mumps and Rubella) yang pertama, sebab sebulan setelah suntikan yang pertama tersebut, aku juga harus suntik MMR lagi untuk kedua kalinya.
Setelah sholat asyar, proses medical check up-pun selesai. Semua kami disuruh bersiap-siap oleh panitia karena kami akan diajak menuju  @America. Aku hanya mengikuti semua arahan panitia dan berdandan sederhana seperti dalam keseharianku. Dari atas taksi kuperhatikan tingginya julangan hotel J.W Marriot yang sebelumnya kudengar di berita telah di bom oleh terroris. Namun saat itu kulihat hotel tersebut telah kembali berdiri megah.
Sampainya di tujuan, ternyata untuk memasuki @America tersebut, kami juga harus melewati proses scanning seperti di kedubes Amerika dan bandara. Menurutku hal tersebut mungkin demi keamanan dari terroris. Di dalamnya aku melihat berbagai peralatan canggih amerika, berbagai literature tentang kebudayaan amerika, foto-foto objek wisata yang ada di amerika pun dipajang di sepanjang dinding ruangan tersebut. Kami juga diizinkan meminjam i-pad secara gratis disana. Itulah kali pertamanya aku  memegangi  i-pad. Pokonya benar-benar serasa di amerika di dalamnya.
Selanjutnya kami masuk dan mengitari  pacific place. Sebuah Mall besar yang mewah. Konon kata temanku yang telah menetap di Jakarta, Mall tersebut menjual barang barang branded dengan harga branded pula pastinya. Aku terpukau melihat semua pemandangan tersebut. Kami sempat mampir juga di sebuah toko buku yang ada di dalamnya. Kulihat harga kertas kado yang biasanya Cuma seribu rupiah dikampungku, disana bertarif tiga puluh ribu rupiah. Benar-benar harga yang super duper mahal.
Tanpa terasa waktu telah menunjukkan jam 8 malam, kami keluar dan kembali berkumpul menunggu taksi di pekarangan pacific place. Kulihat orang-orang kaya berpakaian mewah keluar masuk bangunan tersebut. Sesampainya di hotel, kami langsung dapat jatah makan malam. Setelah makan, aku menunaika sholat isya dan langsung tertidur karena kecapean.