Malam
itu aku tidur nyenyak karena benar-benar merasa kecapean. Keesokan harinya aku
mengikuti paman mudaku dan istrinya ke kedai foto kopi mereka. Pemuda yang
mengantarkanku telah kembali lagi ke Jakarta. Ternyata pemuda tersebut adalah
anak buah paman mudaku. Seharian kuhabiskan dengan penuh kebosanan di foto kopi
tersebut. Sore harinya paman mudaku membawaku ke rumah paman tuaku. Ternyata
paman tuaku punya foto kopi juga di sebuah ruko yang langsung dijadikannya
rumah. Beliau memiliki dua orang anak yang masih balita. Anak
tertuanya berumur 4 tahunan.
Aku
memutuskan untuk menginap dirumah paman tuaku. Selanjutnya paman mudaku kembali
pulang bersama istrinya. Di rumah paman
tuaku, aku merasa agak sedikit terhibur karena beliau memiliki akses internet yang
bagus. Selain itu, aku juga bisa bermain dengan anak perempuanya yang berumur 4
tahun tersebut. Istri paman tuaku juga ramah dan memasakkanku makan malam yang
enak.
Keesokan
harinya paman tuaku mengantarkanku menjemput barang-barangku ke rumah paman
mudaku. Selanjutnya kami menuju foto kopi paman mudaku. Disana aku menghabiskan
waktu sampai zuhur bersama sepupu kecilku. Aku sholat zuhur di sebuah musholla
di komplek rumah yang berada dibelakang foto kopi pamanku. Sepupu kecilku setia
menemaniku. Selesai sholat aku mendengar bunyi heboh. Aku dan sepupu kecilku
melihat pertukan topeng monyet diluar musholla. Lagi-lagi itu adalah pengalaman
pertamaku melihat topeng monyet. Benar-benar pertunjukkan yang menghibur.
Sekitar
jam dua siang, paman muda dan pamn tuaku mengatakan kalau mereka akan
mengajakku jalan-jalan ke monas. Aku benar-benar bahagia karena akhirnya aku
bisa ke monas juga. Di perjalanan handphoneku berdering dan kulihat pesan dari
pemuda wartawan yang kenalan denganku di atas pesawat. Dia menanyai kabarku.
Aku mengatakan kalau aku sedang dibawa jalan-jalan ke monas oleh pamanku. Ternyata
saat itu dia juga telah kembali berada di Jakarta dan sedang meliput di sebuah
acara pemerintahan. Dia mengatakan berkemungkinan kami bisa bertemu di monas
karena dia dan teman-temannya juga akan menuju ke monas setelah acara
peliputan.
Namun,
sesampainya di monas aku tidak sempat bertemu dengannya karena kami berselisih
jalan. Ketika aku telah pulang, dia baru sampai di monas. Akhirnya kami
memutuskan untuk bertemu lagi suatu saat nanti setelah kembali ke kampung. Aku
kembali ke rumah paman tuaku dengan
perasaan sedikit kecewa karena kami tidak bisa masuk menikmati
peninggalan-peninggalan sejarah yang ada di lantai dasar bangunan monas. Aku
bertekad suatu saat aku akan kembali lagi kesana untuk menelusuri seluruh
bagiann monas dan sholat berjemaah di mesjid istiqlal.
Malam
itu adalah malam terakhirku d Jakarta. Salah seorang anak buah paman tuaku
mengajakku jalan-jalan menikmati pemandangan Jakarta di malam hari. Banyak hal
yang kulihat malam itu. Mulai dari pedagang jajanan malam, muda-mudi
berpasangan, para pengamen dan gelandangan. Ada rasa takut dihatiku
membayangkan kalau-kalau ada orang jahat yang membuntutiku. Tiba-tiba
bless…..ban sepeda motor kami bocor. Anak buah pamanku mencari bengkel terdekat
untuk menambal ban. Akhirnya kami pulang larut malam. Aku minta maaf kepada
pamanku karena telah membuatnya cemas.
Keesokan
harinya merupakan hari terakhir juga sebelum puasa ramadhan. Pamanku mengatakan
kalau dia sekeluarga akan pergi memancing menikmati hari terakhir sebelum puasa
ramadhan. Beliau hanya bisa
mengantarkanku ke Bandara Soekarno hatta jam 7 pagi. Padahal tiket pesawatku
adalah jam 11 siang. Aku menyetujui idenya untuk mengantarkanku ke Bandara jam
7 tersebut karena aku membayangkan nantinya pasti akan kesulitan pergi sendiri
ke Bandara tersebut sebab aku belum tahu seluk beluk bandara Soekarno Hatta.