Dua bulan sudah
aku meneteap di Negara Arizona. Perantauan singkat yang berkesan dan memberikan
banyak kisah. Sekarang tibalah waktunya untuk pulang.
Amy menyuruh
kami untuk berkumpul di Bandara Phoenix pukul 4 pagi. Kami mendapatkan
penerbangan awal menuju Bandara San Fransisko. Amy akan mengantar kami hingga
bandara San Fransisco karena dia juga akan berkunjung ke tempat temannya
disana.
Kulihat
teman-temanku menangis berderaian air mata dilepas oleh orang tua angkat mereka
masing-masing. Sedangkan aku hanya diantar oleh Carmen sampai aku bertemu
dengan rombongan, kemudian dia langsung pulang. Aku tidak tahu kenapa dia
bersikap begitu kepadaku. Jangankan memelukku tanda perpisahan. Menjabat
tanganku aja senbagai tanda perpisahan tidak dilakukannya.
Aku merasa
sedih. Beberapa orang tua angkat temanku yang kenal denganku memelukku penuh
haru. Aku mengucapkan terima kasih banyak kepada mereka. Di ruangan tunggu
teman-teman saling memamerkan hadiah pemberian orang tua agkatnya
masing-masing. Mereka bertanya kepadaku. “apa yang kamu dapat res”
Aku hanya bisa memamerkan sebuah
alqur’an denga terjemahan berbahasa inggris kepada mereka. “aku mendapatkan ini
dari pengurus masjid” aku menjelaskan kepada teman-teman.
“Carmen tidak
memberimu apa-apa” tema-teman bertanya heran. Aku hanya membalasinya dengan
senyuman termanisku. Pembicaraan kami terputus karena harus segera naik ke
pesawat.
Sesampainya di
San fransisko, amy menemani kami sampai ke ruangan tunggu pesawat. Disanalah
pelukan terakhir dengan amy terjadi. Semua diliputi kesedihan yang mendalam
karena harus berpisah dengan amy yang sudah kami anggap sebagai bagian dari
kehidupan kami. Semu aberharap bisa bertemu kembali dengan amy di suatu waktu
nanti. Termasuk juga aku.
Di atas pesawat
menuju Jepang, aku duduk diantara nurona dan okta. Perjalanan menuju Jepang
lebih banyak kami habiskan dengan tidur
dan tidur, Kami hanya bangun untuk menyantap hidangan yang diantarkan oleh
pramugari pesawat.
Di jepang, kami
menunggu tidak terlalu lama hingga akhirnya bisa naik ke pesawat menuju
singapura. Teman-teman menggunkan waktu tersebut untuk belanja souvenir di
bandara narita tersebut.
Kami sampai di
bandara changi singapura jam satu malam. Padahal pesawat kami menuju Indonesia
selanjutnya adalah jam setengah tujuh pagi. Kami menggunakan waktu enam jam
menunggu itu untuk berkeliling menikmati indahnya bangunan bandara change. Kami
berfoto disana sini untuk kenang-kenangan. Aku sempat membeli kartu pos
singapura dua pack. Aku menyangka uang dolar yang dipakai di sngapura sama
dengan uang dolar yang dipakai di amerika. Ternyata harga dolar singapura jauh
lebih rendah dari harga dolar amerika. Jenis uangnyapun berbeda. Ternyata hanya
namanya saja yang sama.
Selanjutnya jam
7 pagi aku dan teman-teman telah terbang di atas pesawat garuda menuju
Indonesia. Itulah pengalaman pertamaku terbang bersama pesawat garuda. Kami
disuguhi spageti oleh pramugari pagi itu. Kami bisa memilih tempat duduk
seseuka hati di atas pesawat tersebut karena penumpangnya hanya kami saja.
Jam 10 pagi, aku telah menghirup
kembali aroma bandara soekarno hatta dan aku tidak sabaran juga menghirup aroma
udara ranah minang jam 3 siangnya. Mbak chichi dan panitia beasiswaku yang
lainnya mengumpulkan kami di ruangan meeting bandara soekarno hatta. Disana
kami berbagi kisah dan menyeleseikan semua administrasi dengan panitia.
Jam 2 siang
panitia melepas kami semua untuk kembali ke daerah masing-masing.
Ketika pesawatku
mendarat di bandara internasional minangkabau. Aku mendengar banyak ocehan
orang berbahasa minang. Sudah dua bulan aku tidak menggunakan bahasa itu. Aku
tidak pernah bisa menelvon bapak selama dua bulan itu.
Kulihat
diruangan bagasi, bapak dan pamanku telah menunggu kedatanganku. Aku
benar-benar bahagia tak terkira bertemu kembali dengan keluargaku. Aku langsung
menyalami tangan bapak dan pamanku. Bibi langsung memeluk dan menciumiku. Tak
ada kata yang keluar dari mulutku. Lidahku terasa kaku untuk kembali berbahasa
minang. Akupun heran karena bahasa minang terasa sangat aneh di mulutku.
Padahal baru dua bulan. Ketika bapak menanyai tentang perjalananku.
Aku hampir
menjawabnya dengan bahasa inggris. Untung aku bisa kembali menyesuaikan diri.
Sepertinya untuk
seminggu pertama ini aku bakalan jet lag lagi dan akan membiasakan tubuhku
kembali tebiasa dengan waktu dan suasana kampung.
Di atas mobil menuju ke rumah, aku
mendengar lalu lalang yang sangat bising. Telinga dan hatiku berdebur-debur
terkejut merasakan kondisi itu kembali. Hati dan telingaku telah terbiasa
merasakan lalu lintas Amerika yang tenang dan tidak bising. Aku merasa asing di
kampung sendiri.
Aku shock dengan
budaya daerahku sendiri. Benar-benar euphoria yang mendalam. Aku tak ingin
membandingkan semua kondisi-kondisi amerika dengan kampungku sendiri karena
pasti perbandingannya sangat mutlak terlihat. Aku berusaha mengontrol suasana
hatiku senyaman mungkin untuk kembali menjalani kehidupan asalku. Terkadang aku
merasa seakan baru kembali dari dunia mimpi.
Sampai di rumah,
semua keluarga menyambutku dengan penuh haru karena akhirnya aku bisa pulang
dengan selamat. Semua berkomentar “wah, tambah gemuk dan tambah bersih aja
kulitnya” Aku hanya menanggapi itu semua dengan senyuman datar. Tidak ada
hadiah special yang bisa kuberikan kepada keluargaku. Aku sengaja menyimpan
uangku untuk melanjutkan PPL ku di semester itu. aku sudah merencanakan itu
semua sejak keberangkatanku dua bulan yang lalu. Jika aku tidak melakukan itu,
aku pasti tidak akan bisa menjalani PPL kuliahku.
Kalaupun aku
harus membelikan oleh-oleh buat semua orang pasti uangku aka habis dan tidak
akan ada yang bisa memberiku suntikan dana buat PPL ku. Aku tahu dana untuk PPL
itu sangat besar. Uang yang berhasil kusisihkan dari perantauanku yang dua
bulan itu hanya 5 juta rupiah.
Selanjutnya aku
menyiapkan mental untuk menghadapi orang-orang yang mengharapkan oleh-oleh
dariku. Aku sering terpojok oleh candaan mereka yang meminta oleh-oleh amerika
kepadaku. Andaikan saja mereka tahu kalau mayorritas barang-barang yang ada di
amerika itu adalah barang-barang buatan cina yang juga ada di indoneisa,
pastilah mereka tidak akan menuntutnya dariku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar