Menginap di rumah Julie, housemothernya Betzi dan
Nurona menyisakan sebuah pengalaman berkesan buatku. Julie mengajak kami untuk
bermain ke flagstaff dan Sedona. Dari percakapanku ditelvon bersama Betzy, aku
mendapat kabar bahwa Julie akan mengajak kami bermain ke salju. Aku sangat
bahagia mendengar berita itu. Padahal kami juga sudah ada rencana untuk
berjalan-jalan ke grand canyon juga bersama Amy Jordan namun harus ditunda
karena ada berita bahwa grand canyon sedang dilanda badai salju.
Keesokan harinya, setelah meminta izin kepada
Carmen, aku menuju stasiun kereta api menuju arah tempe market place. Julie
berjanji akan menjemputku disana.
Tidak sampai sejam aku menunggu di stasiun tersebut.
Akhirnya aku melihat Betzy dan Nurona melambaikan tangan mereka dari kaca
sebuah mobil sedan mewah berwarna hitam. Aku terpana melihat kemewahan mobil
Julie.
Mereka mempersilahkan aku duduk di depan, disamping
Julie yang menyetir di sebelah kiriku. Nurona dan Betzy duduk di bagian
belakang. Di sepanjang jalan, kami banyak bercerita dan Julie memutar lagu-lagu
bahasa inggris yang sedang nge-hitz. Sayangnya aku tidak bisa menyanyikan
lagu-lagu itu seperti Nurona dan Betzy. Aku hanya bisa mengiringi semua lagu
itu dengan hentakan-hentakan kecil kakiku di lantai mobil Julie.
Mobil Julie perlahan memasuki daerah pedalaman
Arizona. Rumah-rumah penduduk sudah tidak kelihatan lagi. Yang ada hanya
bukit-bukit berwarna merah dan padang pasir luas yang ditumbuhi oleh beraneka
jenis kaktus raksasa, Ya, Arizona sangat istimewa dengan kaktus raksasanya.
Julie menambah kecepatan mobilnya karena jalanan
sudah mulai menanjak tinggi. Di kanan kiri jalan kulihat rambu-rambu lalu
lintas yang menunjukkan keterangan “kecepatan maksimal 85 km/jam”. Tidak lama
kemudian jalanan mulai menurun dan kulihat rambu-rambu di kiri kanan jalan
bertuliskan “kecepatan maksimal 80 km/jam”. SaatJulie sedang berusaha
mengurangi kecepatan mobilnya yang tadi 85 km/jam menjadi 80 km per jam
tiba-tiba terdengar suara sirine mobil polisi lalu lintas di belakang kami. Aku
cemas dan takut dengan apa yang akan terjadi.
Aku trauma dengan polisi amerika ini sejak
teman-temanku kena hardik oleh polisi amerika di kedubes saat pembuatan visa
dan juga aku pernah dikejar oleh polisi lalu lintas amerika saat berjalan kaki
di rel kereta api “light rail” kampus ASU (Arizona State University).
Saat itu aku dan Ana, salah seorang temanku dari
daerah ponorogo, berjalan kaki di rel kereta sambil berfoto-foto. Tiba-tiba
saja duaorang polisi lalu lintas mengejar kami dari arah belakang hingga kami
terbirit-birit penuh ketakutan. Namun, lari mereka terlalu cepat dan mereka
berhasil menangkap kami. Saat itu kami hanya bisa meminta maaf dan mengakui
kesalahan kami karena belum paham dengan aturan yang melarang berjalan kaki di
atas lintsan rel kereta listrik tersebut. Raut lugu dan polos kami mampu
meluluhkan hati mereka dan melepaskan kami setelah menasehati kami dengan
berbagai macam ancaman kalau kami masih mengulangi hal itu lagi.
Julie mencari tempat berhenti di sebelah kanan.
Polisi itu mengetok-ngetok jendela kaca mobil Julie. Mereka terlihat
bercakap-cakap dan polisi itu mencatat di buku kecilnya. Aku tidak paham dengan
apa yang mereka bicarakan.
Aku
bertanya dengan polosnya kepada Julie “What happen”
“Tidak seharusnya aku mendapat tiket, tapi udah
terlanjur melanggar peraturan lalu lintas. Tinggal menunggu tiket itu datang ke
rumah dan aku harus membayar banyak uang untuk itu” Julie menjelaskan kepadaku
dalam bahasa inggris.
“tiket?
Tiket apa? peraturan apa?” aku heran dan kembali bertanya dengan polosnya
kepada Julie. Menurutku Julie tidak melanggar peraturan apa-apa dan mobil yang
lewat di jalan itu hanya mobil kami. Aku semakin bingung.
“kamu lihat tadi rambu-rambu di pinggir jalan yang
mengingatkan kalau kecepatan mobil maksimal 80 km/jam. Namun aku sedang
berusaha menurunkannya dari kecepatan 85 menjadi 80, tiba-tiba dia menyetrap
mobilku saat aku baru sampai di kecepatan 83 km”.
“kenapa mereka bisa tahu? Kan tadinya gak ada polisi
di kiri kanan jalan. Kecepatan speedometer mobil kita juga di dalam. Kenapa
mereka bisa tahu?” aku semakin bingung.
“mereka punya peralatan yang canggih untuk
mengetahui semua itu dan sangat sigap mengambil skap dalam hal ini” Julie
kembali menjelaskan kepadaku.
Aku terdiam dan bergumam “wah, betapa disiplinnya
Negara ini. Di Indonesia saja semua orag bisa mengendarai mobil dan motor
dengan kecepatan apapaun dilokasi manapun kecuali di jalan tol”. Selanjutnya
kami lebih banyak diam.
Mobil mulai memasuki daerah yang bersalju. Kulihat
dikiri kanan jalan rumah-rumah penduduk diselimuti salju. Mobil-mobil mereka
juga diselimuti salju. Terus memasuki daerah yang kiri kanan jalannya
diptumbuhi banyak pohon oak.. Salju menumpuk di semua bagian daerah ini. Aku
benar-benar takjub dan tidak bisa berkata-kata. Di dalam hati, aku hanya
berucap “subhanallah, indahnya”
Ingin rasanya aku meminta Julie untuk berhenti dan
mengizinkanku berlarian di sepanjang lokasi itu. Berlarian dari satu pohon ke
pohon yang lain. Bertelanjang kaki di atas salju yang kelihatan sangat menggoda
itu. Aku teringat film Narnia yang ada
scene di saljunya. Aku memejamkan mata dan membayangkan diriku larut di dalam
salju itu.
Aku melihat kearah Julie. Dia terlihat berkonsentrasi
menyetir mobil. Akhirnya kami sampai juga di arena bermain salju flagstaff.
Julie memarkir mobilnya di tempat yang aman. Dia mengajak kami keluar. Udara
diluar mobil begitu sejuk. Aku memasang sarung tangan dan mengeratkan tali
sepatu boatku. Syal kulilitkan di leher untuk mengurangi hawa dingin yang
menusuk kulit.
Tidak lama kemudian, perang salju pun dimulai. Aku
berlarian kesana kemari menikmati salju pertamaku. Nurona tiduran di salju dan
meminta betzy memotretnya banyak-banyak. Julie mulai melempari kami dengan
bola-bola salju kecil dan aku membalasi siapapun yang melempariku dengan
lemparan bola salju yang besar-besar.
Aku mencari sudut-sudut yang menarik untuk berpose.Setelah puas bermain di
flagstaff, juli mengajak kami melanjutkan perjalanan untuk bertemu dengan kakak
laki-lakinya. Ternyata kakak juli tersebut telah menunggu kami di rumah sebuah
persimpangan jalan. Kemudian mereka mentraktir kami makan di sebuah restoran
meksiko.
“What
do you want to eat?” juli bertanya kepada kami
“chicken”
kami menjawab serentak
“what?
Its not a good time for you to eat chicken dear. Please order the food that you
never eat. I suggest you to order
tortilla and meksico food”
Akhirnya
kami bertiga manut aja.
Sambil menunggu, Julie memperkenalkan kami kepada
keluarga sodara laki-lakinya itu. Ternyata saudara laki-laki juli tersebut
mempunyai dua orang anak. Anak pertamanya laki-laki, saat itu dia juga datang
membawa pasangannya. Kemudian anaknya yang kedua adalah perempuan.
Sedangkan Julie sendiri memilih untuk tidak bersuami
karena menurutnya banyak laki-laki di Amerika yang brengsek dan tidak
bertanggung jawab.
Setelah
makan, kami berpose bersama di halaman restoran tersebut.
Selanjutnya kami berpisah dengan keluarga suami
Julie tersebut. Julie membawa kami melanjutkan perjalanan ke Sedona. Katanya
daerah Sedona itu terkenal dengan coklatnya dan batu-batuan bukit berwarna
merah.
Ternyata benar yang dikatakan oleh Julie. Di sepanjang
jalan kulihat banyak bukit-bukit berbatu merah yang diliputi oleh salju,
Seperti coklat yang dilapisi susu, Sungguh pemandangan yang memukau hatiku.
Di Sedona inilah aku sempat berpose di bawah pohon
maple yang daunnya sedang berguguran. Teman-temanku di Indonesia mengatakan
kalau pohon ini adalah pohon film mohabbaten karena daun maple sangat eksis di
film india “mohabbaten”.
Kami memiliki waktu yang terbatas sekali untuk
bersantai-santai di Sedona ini. Julie mengajak kami buru-buru untuk pulang
karena takut pulang terlalu larut. Di perjalanan pulang, Julie membelikan kami
jus apple segar yang langsung diperas dari apple segar di pinggir jalan.
Rasanya benar-benar aneh di lidahku dan membuatku serasa ingin muntah. Tapi,
untuk menghargai pemberian Julie tersebut, aku membungkus jus apple tersebut
dan membawanya pulang.
Julie mengantarku sampai ke halaman rumah. Dia gak
mau kuajak mampir. Aku sangat berterima kasih kepadanya karena telah membawaku
ke tempat yang benar-benar berkesan banget.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar