Hari ini adalah hari pertamaku untuk belajar di
kelas AECP ku di Arizona State University. Pelajaranku dimulai jam 08.35 a.m.
Kegiatan orientasi kampus dan orientasi rumahku benar-benar membuatku sangat
lelah. Aku ketiduran, untungnya Natsumi membangunkanku jam 06.00 a.m.
“reni, wake up, its almost 06.30 am” Natsumi
menepuk-nepuk bahuku lembut. Kulihat dia telah selesai berdandan.
“oahhh,,,thank you Natsumi, I will get ready soon” Aku
berterima kasih kepadanya dan langsung mandi kilat serta sholat subuh. Aku
sarapan pagi dengan memanaskan jagung kaleng yang tersedia didalam kulkas. Aku
mengambil potatoes chips, sekotak youghurt dan air putih untuk kubawa ke
kampus.
Aku mengekori Natsumi dengan terburu-buru. Aku hanya
ingin pergi bareng ke kampus dengannya agar aku tidak nyasar dan salah naik
mobil. Dia mengatakan kalau dia ada kelas pagi jam 07.15 a.m. Jalannya cepat
sekali, dia juga tinggi sehingga aku harus setengah berlari mengikutinya.
Untung di Indonesia aku sudah terbiasa jalan cepat. Namun, kebiasaan tersebut
belum bisa kuandalkan untuk mengikuti cepat dan lebarnya langkah Natsumi. Kami
tidak banyak berbicara karena Natsumi adalah tipe anak yang susah didekati. Aku
berusaha bertanya banyak hal kepadanya. Dia hanya menjawab singkat-singkat
saja. Aku jadi gak enak untuk berbicara terlalu banyak.
Tak lama kemudian metro pun datang, aku mengikuti
Natsumi naik ke mobil. Aku duduk disampingnya. Di bus stop yang lain, aku
surprise karena menemukan salah seorang temanku yang juga naik bus stop yang
sama denganku. Ternyata dia gak diajarin cara-cara menggunakan metro oleh houseparent
(orang tua angkat) nya.
Waktu bus berhenti, dia mengambil ancang-ancang
untuk masuk melalui pintu tengah. Supir bus menunggu sampai dia naik. Dia
mencoba menggedor-gedor pintu tengah tersebut. Aku terkejut karena aku tahu
kalau pintu tersebut adalah pintu untuk penumpang yang mau turun. Akhirnya aku
mengasih tanda isyarat kepadanya untuk segera masuk melalui pintu depan.
Setelah naik ke bus, dia langsung mencari posisi
untuk berdiri dengan cueknya. Aku melihat sopir metro tersebut memandangnya
tajam karena dia belum memasukkan kartu by pass nya ke dalam mesin yang telah
disediakan untuk membayar ongkos metro. Aku menegurnya dengan bahasa Indonesia
agar segera memasukkan kartu by pass nya
ke dalam mesin tersebut.
Penumpang yang lain melihat aneh kepada temanku
tersebut. Dia hanya cengar-cengir dan mengikuti petunjukku. Setelah itu dia
berdiri disampingku. Kemudian aku bertanya kepadanya “kamu gak diajarin cara
menaiki metro ini ya sama orang tua angkatmu?”. Dia menggeleng malu. Natsumi
bertanya kepadaku “is he your friend” Aku mengangguk sambil tersenyum. Aku gak
tahu apa penilaiannya terhadap kami orang Indonesia.
Tiba-tiba, seorang gadis jepang yang duduk didepanku
membalikkan badannya dan tersenyum ramah kepadaku dan Beni. Dia menyapa kami
“hai, kalian orang Indonesia ya?”. Aku dan Beni terkejut karena gak menyangka
dia bisa berbahasa Indonesia. kemudian dia memperkenalkan dirinya kepada kami
“Namaku Mayumi, Aku blasteran Indonesia jepang. Sejak tamat SD sampai besar aku
tinggal di Jepang, aku senang deh bisa ketemu orang Indonesia”. Aku dan Beni
juga memperkenalkan diri kami kepadanya. Aku juga memeperkenalkan Natsumi
kepada Beni dan Mayumi. Ternyata kelas pagi yang diambil Natsumi sama dengan Beni.
Kami turun di bus stop kampus, kemudian berpisah
satu sama lain karena memiliki keperluan yang berbeda pagi itu. Aku membaca
bismillah memasuki gerbang kampus Arizona State University yang super gede
tersebut. Kulihat semua orang berjalan sangat cepat menuju kelas dan tujuan
masing-masing. Banyak juga yang menggunakan sepeda dan skateboard agar cepat
sampai di tujuan. Kelasku mash satu jam an lagi dan aku belum tahu lokasi kelas
yang akan kumasuki pagi itu.
Aku memperhatikan peta kampus yang telah kukeluarkan
dari tasku. Aku mencoba mempreteli nama-nama gedung yang ada di hadapanku dan
yang ada dipeta. Hari itu aku memiliki 3 tempat yang berbeda untuk belajar, LSA
LI-94, ED 330 dan PEBW. Setelah berputar-putar mencarinya, akhirnya aku
berhasil menemukan semua kelas-kelas tersebut di bangunan yang berbeda dan
berjarak-jarak.
Kulihat jam telah menunjukkan pukul 08.20. Aku
mengingat-ingat lagi gedung LSA LI-94 untuk pelajaran pertamaku. Namun aku
kembali lupa dan menjadi semakin bingung karena semua bagunan dan jalan
terlihat sama. Aku berdoa dalam hati dan kembali memperhatikan peta yang ada di
genggamanku seteliti mungkin. Akhirnya aku berhasil menemukannya. Aku mengetok
pintu kelas dan mengucap “good morning, sorry, I am late”. Semua mata melihat
kepadaku. Dosen reading and writing ku mempersilahkanku masuk dan mengatakan
bahwa kelas belum dimulai karena harus menunggu beberapa orang mahasiswa lagi.
Ternyata jumlah kami satu kelas sebanyak 16 orang.
Kegiatanpun dimulai dengan berkenalan satu sama lain
dan kontrak belajar bersama dosen. Aku terkejut, ternyata Natsumi satu kelas
dengaku. Kulihat dia bersikap cuek terhadapku. Aku gak mau mengambil pusing
tentang hal itu. Kulihat dia sangat akrab sekali dengan Xinxie Meng, gadis dari
cina.Aku juga berusaha mencari teman dekat didalam kelas tersebut. Aku berhasil
berteman dengan Mina choi dari korea, Erick dari cina dan Winnie Fred dari
Taiwan. Ada lagi Xue qi dari Cina dan kuliah di Jepang, kemudian Tomo Hiro dari
Jepang dan beberapa anak arab yang terlihat sangat arrogant dan sombong banget.
Memasuki pelajaran kedua, kami harus pindah gedung.
Aku membuntuti Erick, mina, dan Winnie fred karena mereka telah mengetahui
lokasi kelas kami selanjutnya. Ternyata dosen listening and speakingku adalah
Mr. Bellas. Seorang pria berumur sekitar 50 tahun an. Dia adalah seorang pria
yang sangat perhatian kepada setiap students nya, lucu, dan sangat toleransi.
Banyak diantara kami yang jatuh tertidur karena masih jet lag, tapi dia tidak
pernah marah. Kalau terlambat pun kami juga tidak pernah ditegur, tapi nilai
kami akan berkurang beberapa poin.
Aku selesei belajar di kelas Mr.Bellas sebelum waktu
zuhur. Teman-teman Indonesia ku berjanji akan berkumpul bersama di kantor AECP.
Aku langsung menuju kesana. Kulihat teman-teman sudah mulai berkumpul dan duduk
melingkari sebuah meja. Mereka tampak menikmati menu makan siangnya. Aku pun
mengeluarkan bekalku dari dalam tas dan langsung bergabung bersama mereka.
Untuk melaksanakan sholat zuhur, aku mengikuti teman-teman yang sholat dibawah
tangga. Karena hanya itu tempat yang nyaman kami gunakan untuk sholat.
Sekitar jam dua siang aku meninggalkan teman-teman
dan langsung menuju kelas TOEFL ku. TOEFL adalah mata pelajaran tambahan yang
sengaja aku ambil karena aku berencana akan menulis skripsi S1 ku tentang
TOEFL. Dosen TOEFL ku bernama Alecia Hamaker.
Ternyata aku adalah satu-satunya mahasiswa perempuan
dalam kelas tersebut. Teman sekelasku hanya berjumlah 6 orang,2 orang teman
dari eropa, 2 orang teman dari arab, 1 orang teman dari jepang, dan satu orang
teman dari Korea. Aku berjanji pada diriku akan menjadi mahasiswa terbaik
dikelas tersebut.
Selesei belajar aku mencari adaptor di bookstore
kampus. Aku memasuki bagian penjualan computer. Alhamdulillah, aku dapat
menemukannya disana. Harganya luar biasa mahal sekitar $35. Kalau dirupiahkan
sekitar Rp.280.000. Padahal teman-temanku membelinya di Indonesia sekitar
Rp.80.000. Tapi gak apa-apa lah. Aku membeli yang versi lengkapnya. Yang bisa
dipakai di Australia dan eropa juga sekalian.
Selanjutnya aku pulang kerumah menaiki metro 72.
Sopir metro memberiku senyuman dan mengucapkan “good afternoon”. Aku
membalasinya “good afternoon too”. Suasana metro yang nyaman membuat mataku
terkantuk-kantuk. Beberapa menit kemudian akupun tertidur. Saat terbangun, aku
baru tersadar kalau metro yang kunaiki telah melewati lokasi daerah tempat
tinggalku. Aku langsung menarik kabel permintaan untuk turun di bus stop
terdekat.
Saat turun, sopir metro mengucapkan “have a nice
day”. Aku menjawabnya “thank you”. Aku langsung menyebrang dan mengambil lagi
bus kearah rumahku. Sampai dirumah, aku menceritakan semua yang kualami hari
itu kepada Carmen. Aku bertanya kepadanya tentang budaya sopir bus yang selalu
tersenyum ramah dan mengucap salam kepada setiap penumpangnya. Carmen
menjelaskan kepadaku bahwa bersikap ramah, saling menyapa dengan memberi salam
adalah budaya positif yang telah mengakar kepada mereka. Setiap orang
seakan-akan berebut untuk saling mengucapkan salam. Selain itu, mengucapkan
terima kasih atas perlakuan dan pemberian yang tak berartipun adalah sebuah keharusan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar