Pengikut

Rabu, 28 Oktober 2015

*Hari Pertama ke Kampus*


Hari ini adalah hari pertamaku untuk belajar di kelas AECP ku di Arizona State University. Pelajaranku dimulai jam 08.35 a.m. Kegiatan orientasi kampus dan orientasi rumahku benar-benar membuatku sangat lelah. Aku ketiduran, untungnya Natsumi membangunkanku jam 06.00 a.m.
“reni, wake up, its almost 06.30 am” Natsumi menepuk-nepuk bahuku lembut. Kulihat dia telah selesai berdandan.
“oahhh,,,thank you Natsumi, I will get ready soon” Aku berterima kasih kepadanya dan langsung mandi kilat serta sholat subuh. Aku sarapan pagi dengan memanaskan jagung kaleng yang tersedia didalam kulkas. Aku mengambil potatoes chips, sekotak youghurt dan air putih untuk kubawa ke kampus.
Aku mengekori Natsumi dengan terburu-buru. Aku hanya ingin pergi bareng ke kampus dengannya agar aku tidak nyasar dan salah naik mobil. Dia mengatakan kalau dia ada kelas pagi jam 07.15 a.m. Jalannya cepat sekali, dia juga tinggi sehingga aku harus setengah berlari mengikutinya. Untung di Indonesia aku sudah terbiasa jalan cepat. Namun, kebiasaan tersebut belum bisa kuandalkan untuk mengikuti cepat dan lebarnya langkah Natsumi. Kami tidak banyak berbicara karena Natsumi adalah tipe anak yang susah didekati. Aku berusaha bertanya banyak hal kepadanya. Dia hanya menjawab singkat-singkat saja. Aku jadi gak enak untuk berbicara terlalu banyak.
Tak lama kemudian metro pun datang, aku mengikuti Natsumi naik ke mobil. Aku duduk disampingnya. Di bus stop yang lain, aku surprise karena menemukan salah seorang temanku yang juga naik bus stop yang sama denganku. Ternyata dia gak diajarin cara-cara menggunakan metro oleh houseparent (orang tua angkat) nya.
Waktu bus berhenti, dia mengambil ancang-ancang untuk masuk melalui pintu tengah. Supir bus menunggu sampai dia naik. Dia mencoba menggedor-gedor pintu tengah tersebut. Aku terkejut karena aku tahu kalau pintu tersebut adalah pintu untuk penumpang yang mau turun. Akhirnya aku mengasih tanda isyarat kepadanya untuk segera masuk melalui pintu depan.
Setelah naik ke bus, dia langsung mencari posisi untuk berdiri dengan cueknya. Aku melihat sopir metro tersebut memandangnya tajam karena dia belum memasukkan kartu by pass nya ke dalam mesin yang telah disediakan untuk membayar ongkos metro. Aku menegurnya dengan bahasa Indonesia agar  segera memasukkan kartu by pass nya ke dalam mesin tersebut.
Penumpang yang lain melihat aneh kepada temanku tersebut. Dia hanya cengar-cengir dan mengikuti petunjukku. Setelah itu dia berdiri disampingku. Kemudian aku bertanya kepadanya “kamu gak diajarin cara menaiki metro ini ya sama orang tua angkatmu?”. Dia menggeleng malu. Natsumi bertanya kepadaku “is he your friend” Aku mengangguk sambil tersenyum. Aku gak tahu apa penilaiannya terhadap kami orang Indonesia.
Tiba-tiba, seorang gadis jepang yang duduk didepanku membalikkan badannya dan tersenyum ramah kepadaku dan Beni. Dia menyapa kami “hai, kalian orang Indonesia ya?”. Aku dan Beni terkejut karena gak menyangka dia bisa berbahasa Indonesia. kemudian dia memperkenalkan dirinya kepada kami “Namaku Mayumi, Aku blasteran Indonesia jepang. Sejak tamat SD sampai besar aku tinggal di Jepang, aku senang deh bisa ketemu orang Indonesia”. Aku dan Beni juga memperkenalkan diri kami kepadanya. Aku juga memeperkenalkan Natsumi kepada Beni dan Mayumi. Ternyata kelas pagi yang diambil Natsumi sama dengan Beni.
Kami turun di bus stop kampus, kemudian berpisah satu sama lain karena memiliki keperluan yang berbeda pagi itu. Aku membaca bismillah memasuki gerbang kampus Arizona State University yang super gede tersebut. Kulihat semua orang berjalan sangat cepat menuju kelas dan tujuan masing-masing. Banyak juga yang menggunakan sepeda dan skateboard agar cepat sampai di tujuan. Kelasku mash satu jam an lagi dan aku belum tahu lokasi kelas yang akan kumasuki pagi itu.
Aku memperhatikan peta kampus yang telah kukeluarkan dari tasku. Aku mencoba mempreteli nama-nama gedung yang ada di hadapanku dan yang ada dipeta. Hari itu aku memiliki 3 tempat yang berbeda untuk belajar, LSA LI-94, ED 330 dan PEBW. Setelah berputar-putar mencarinya, akhirnya aku berhasil menemukan semua kelas-kelas tersebut di bangunan yang berbeda dan berjarak-jarak.
Kulihat jam telah menunjukkan pukul 08.20. Aku mengingat-ingat lagi gedung LSA LI-94 untuk pelajaran pertamaku. Namun aku kembali lupa dan menjadi semakin bingung karena semua bagunan dan jalan terlihat sama. Aku berdoa dalam hati dan kembali memperhatikan peta yang ada di genggamanku seteliti mungkin. Akhirnya aku berhasil menemukannya. Aku mengetok pintu kelas dan mengucap “good morning, sorry, I am late”. Semua mata melihat kepadaku. Dosen reading and writing ku mempersilahkanku masuk dan mengatakan bahwa kelas belum dimulai karena harus menunggu beberapa orang mahasiswa lagi. Ternyata jumlah kami satu kelas sebanyak 16 orang.
Kegiatanpun dimulai dengan berkenalan satu sama lain dan kontrak belajar bersama dosen. Aku terkejut, ternyata Natsumi satu kelas dengaku. Kulihat dia bersikap cuek terhadapku. Aku gak mau mengambil pusing tentang hal itu. Kulihat dia sangat akrab sekali dengan Xinxie Meng, gadis dari cina.Aku juga berusaha mencari teman dekat didalam kelas tersebut. Aku berhasil berteman dengan Mina choi dari korea, Erick dari cina dan Winnie Fred dari Taiwan. Ada lagi Xue qi dari Cina dan kuliah di Jepang, kemudian Tomo Hiro dari Jepang dan beberapa anak arab yang terlihat sangat arrogant dan sombong banget.
Memasuki pelajaran kedua, kami harus pindah gedung. Aku membuntuti Erick, mina, dan Winnie fred karena mereka telah mengetahui lokasi kelas kami selanjutnya. Ternyata dosen listening and speakingku adalah Mr. Bellas. Seorang pria berumur sekitar 50 tahun an. Dia adalah seorang pria yang sangat perhatian kepada setiap students nya, lucu, dan sangat toleransi. Banyak diantara kami yang jatuh tertidur karena masih jet lag, tapi dia tidak pernah marah. Kalau terlambat pun kami juga tidak pernah ditegur, tapi nilai kami akan berkurang beberapa poin.
Aku selesei belajar di kelas Mr.Bellas sebelum waktu zuhur. Teman-teman Indonesia ku berjanji akan berkumpul bersama di kantor AECP. Aku langsung menuju kesana. Kulihat teman-teman sudah mulai berkumpul dan duduk melingkari sebuah meja. Mereka tampak menikmati menu makan siangnya. Aku pun mengeluarkan bekalku dari dalam tas dan langsung bergabung bersama mereka. Untuk melaksanakan sholat zuhur, aku mengikuti teman-teman yang sholat dibawah tangga. Karena hanya itu tempat yang nyaman kami gunakan untuk sholat.
Sekitar jam dua siang aku meninggalkan teman-teman dan langsung menuju kelas TOEFL ku. TOEFL adalah mata pelajaran tambahan yang sengaja aku ambil karena aku berencana akan menulis skripsi S1 ku tentang TOEFL. Dosen TOEFL ku bernama Alecia Hamaker.
Ternyata aku adalah satu-satunya mahasiswa perempuan dalam kelas tersebut. Teman sekelasku hanya berjumlah 6 orang,2 orang teman dari eropa, 2 orang teman dari arab, 1 orang teman dari jepang, dan satu orang teman dari Korea. Aku berjanji pada diriku akan menjadi mahasiswa terbaik dikelas tersebut.
Selesei belajar aku mencari adaptor di bookstore kampus. Aku memasuki bagian penjualan computer. Alhamdulillah, aku dapat menemukannya disana. Harganya luar biasa mahal sekitar $35. Kalau dirupiahkan sekitar Rp.280.000. Padahal teman-temanku membelinya di Indonesia sekitar Rp.80.000. Tapi gak apa-apa lah. Aku membeli yang versi lengkapnya. Yang bisa dipakai di Australia dan eropa juga sekalian.
Selanjutnya aku pulang kerumah menaiki metro 72. Sopir metro memberiku senyuman dan mengucapkan “good afternoon”. Aku membalasinya “good afternoon too”. Suasana metro yang nyaman membuat mataku terkantuk-kantuk. Beberapa menit kemudian akupun tertidur. Saat terbangun, aku baru tersadar kalau metro yang kunaiki telah melewati lokasi daerah tempat tinggalku. Aku langsung menarik kabel permintaan untuk turun di bus stop terdekat.
Saat turun, sopir metro mengucapkan “have a nice day”. Aku menjawabnya “thank you”. Aku langsung menyebrang dan mengambil lagi bus kearah rumahku. Sampai dirumah, aku menceritakan semua yang kualami hari itu kepada Carmen. Aku bertanya kepadanya tentang budaya sopir bus yang selalu tersenyum ramah dan mengucap salam kepada setiap penumpangnya. Carmen menjelaskan kepadaku bahwa bersikap ramah, saling menyapa dengan memberi salam adalah budaya positif yang telah mengakar kepada mereka. Setiap orang seakan-akan berebut untuk saling mengucapkan salam. Selain itu, mengucapkan terima kasih atas perlakuan dan pemberian yang tak berartipun adalah sebuah keharusan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar