Jam menunjukkan pukul 20.03 pm. Sekarang adalah
menit-menit keberangkatanku menuju bandara Narita Tokyo. Rasanya deg-degan dan
lapar banget. Gak ada waktu lagi buat mencari makanan karena aku telah berdiri
dalam antrian buat check in pesawat ANA jepang. Jam 21.15 aku telah duduk manis
dalam pesawat menunggu sang pesawat lepas landas.
Aku duduk diantara Dini dan Okta. Kulihat fasilitas
pesawatnya komplit dan mewah banget. Ada monitor disetiap kursi yang berisi
puluhan film-film terupdate yang belum pernah diputar di bioskop. Ada radio di
tangan kursi dengan headshet dan pilihan channel yang beragam. Ada bantal yang
empuk, selimut yang hangat dan air conditioner yang bisa kita atur sesuka hati.
Kulihat teman-temanku sudah mulai memutar film tersebut satu per satu.. Aku
tidak tertarik untuk menonton karena saat itu aku belum hobi nonton movie.
Selanjutnya aku mulai mencari posisi enak buat melelapkan mataku.
Sesaat setelah tertidur aku kembali terbangun dan
mbak pramugari memberiku snack, makanan dan minuman. Aku memilih menu yang sama
dengan Dini karena aku belum familiar dengan menu-menu yang ditawarkan mbak
pramugari tersebut. Perutku gak mau menerima jenis makanan dan minuman yang
bagiku adalah jenis baru dalam hidupku. Daging sapi segar yang direbus dicampur
sayur-sayur mentah dan teh jepang yang super pahit berbau segar tersebut
membuat perutku makin mulas.
Namun, rasa lapar yang mengigit benar-benar
memaksaku untuk belajar dari Dini untuk menikmati suguhan tersebut dengan penuh
penghayatan, aku memejamkan mata dan membayangkan seakan-akan makanan dan
minuman tersebut adalah suguhan terfavorit dalam hidupku. Dalam hitungan menit
akhirnya santapan tersebut ludes tak bersisa. Aku tersenyum geli dalam hati.
Selanjutnya aku kembali tertidur.
Pukul 02.50 aku kembali terbangun dan sadar kalau
aku belum menunaikan sholat isya. Aku pergi ke toilet untuk buang air kecil dan
sengaja membawa sebotol air mineral untuk bersuci. Setelah kembali ke tempat
dudukku, aku mulai menunaikan sholat isya. Kiblatnya saat itu kucukupkan saja
di dalam hatiku. Pukul 05.15 a.m waktu Indonesia dan 07.15 a.m waktu jepang
adalah hari pertamaku menginjakkan kaki di bumi Jepang. Walaupun hanya di
Bandara Narita, namun aku merasa bahagia dan benar-benar bersyukur karena
perjalanan pertamaku dari Indonesia menuju Jepang selama 8 jam tersebut telah
berjalan lancar.
Sambil menunggu waktu transit, kami mencari toilet
untuk mencuci muka dan bersih-bersih. Hal lucu yang kami alami di toilet
tersebut adalah “kran wastafel yang mengeluarkan airnya secara otomatis saat
kita meletakkan tangan dibawahnya”. Banyak diantara kami malah sibuk
memutar-mutar kran yang hanya sebagai aksesoris belaka. Padahal ada
instruksinya kalau penggunaan kran tersebut secara otomatis. Namun kami lupa
membacanya. Aku jadi teringat pesan Ibu Diana kalau kami harus rajin membaca
berbagai macam instruksi dan petunjuk arah yang kami temui supaya kami tidak
nyasar dan salah dalam bertindak.
Selanjutnya kami semua mulai mencari sarapan pagi di
bandara tersebut. Kami makan sandwich dan teh jepang yang pahit di sebuah
restoran mewah bandara tersebut. Aku kembali harus membujuk perutku untuk bisa
menikmati makanan tersebut.
Setelah makan, teman-teman sibuk online gratis dan
foto-foto2. Aku gak bisa wifi-an karena belum membeli adaptor, gak bisa
foto-foto karena belum punya kamera. Handphone ku pun kehabisan baterei. Jadi,
ku hanya bisa menikmati suasana dan nebeng foto sama teman-teman. Mendekati jam
2 siang waktu Jepang, akupun sholat zuhur sekalian meringkas sholat asyar ku ke
sholat zuhur.
Namun, kami bingung mencari tempat sholat yang
nyaman. Akhirnya teman-temanku meminta bantuan security bandara Narita tersebut
untuk menunjukkan kami tempat yang bisa digunakan untuk sholat. Security
tersebut menyuruh kami sholat di ruangan tunggu yang tidak ada penumpangnya.
Orang-orang lalu lalang disekitar kami. Aku
memejamkan mata demi menuntun hatiku untuk mengingat Allah secara khusuk.
Setelah sholat, kuperhatikan orang-orang di bandara tersebut melihat kami
dengan aneh dan heran. Mungkin mereka bertanya-tanya dengan gerakan-gerakan
sholat yang baru saja kami lakukan. Aku dan teman-teman cuek saja dan tersenyum
satu sama lain karena kami menyadari di bandara tersebut tidak begitu banyak
orang Islamnya.
Sebenarnya waktu itu adalah waktunya makan siang
bagi perutku. Tapi aku gak berani membeli makanan di bandara tersebut. Sebab
mie ayam yang di Indonesia seharga Rp.7000,- disana berharga 80 yen. Untungnya
perutku masih belum lapar. Selanjutnya kami melanjutkan transit kami ke gerbang
check in pesawat menuju San Fransisko.
Kami membuat antrian yang panjang seperti ular karena jumlah kami yang 18 orang
lumayan menyita tempat untuk antrian check in.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar