Pengikut

Rabu, 28 Oktober 2015

*Perjalanan Menuju Jepang*



Jam menunjukkan pukul 20.03 pm. Sekarang adalah menit-menit keberangkatanku menuju bandara Narita Tokyo. Rasanya deg-degan dan lapar banget. Gak ada waktu lagi buat mencari makanan karena aku telah berdiri dalam antrian buat check in pesawat ANA jepang. Jam 21.15 aku telah duduk manis dalam pesawat menunggu sang pesawat lepas landas.
Aku duduk diantara Dini dan Okta. Kulihat fasilitas pesawatnya komplit dan mewah banget. Ada monitor disetiap kursi yang berisi puluhan film-film terupdate yang belum pernah diputar di bioskop. Ada radio di tangan kursi dengan headshet dan pilihan channel yang beragam. Ada bantal yang empuk, selimut yang hangat dan air conditioner yang bisa kita atur sesuka hati. Kulihat teman-temanku sudah mulai memutar film tersebut satu per satu.. Aku tidak tertarik untuk menonton karena saat itu aku belum hobi nonton movie. Selanjutnya aku mulai mencari posisi enak buat melelapkan mataku.
Sesaat setelah tertidur aku kembali terbangun dan mbak pramugari memberiku snack, makanan dan minuman. Aku memilih menu yang sama dengan Dini karena aku belum familiar dengan menu-menu yang ditawarkan mbak pramugari tersebut. Perutku gak mau menerima jenis makanan dan minuman yang bagiku adalah jenis baru dalam hidupku. Daging sapi segar yang direbus dicampur sayur-sayur mentah dan teh jepang yang super pahit berbau segar tersebut membuat perutku makin mulas.
Namun, rasa lapar yang mengigit benar-benar memaksaku untuk belajar dari Dini untuk menikmati suguhan tersebut dengan penuh penghayatan, aku memejamkan mata dan membayangkan seakan-akan makanan dan minuman tersebut adalah suguhan terfavorit dalam hidupku. Dalam hitungan menit akhirnya santapan tersebut ludes tak bersisa. Aku tersenyum geli dalam hati. Selanjutnya aku kembali tertidur.
Pukul 02.50 aku kembali terbangun dan sadar kalau aku belum menunaikan sholat isya. Aku pergi ke toilet untuk buang air kecil dan sengaja membawa sebotol air mineral untuk bersuci. Setelah kembali ke tempat dudukku, aku mulai menunaikan sholat isya. Kiblatnya saat itu kucukupkan saja di dalam hatiku. Pukul 05.15 a.m waktu Indonesia dan 07.15 a.m waktu jepang adalah hari pertamaku menginjakkan kaki di bumi Jepang. Walaupun hanya di Bandara Narita, namun aku merasa bahagia dan benar-benar bersyukur karena perjalanan pertamaku dari Indonesia menuju Jepang selama 8 jam tersebut telah berjalan lancar.
Sambil menunggu waktu transit, kami mencari toilet untuk mencuci muka dan bersih-bersih. Hal lucu yang kami alami di toilet tersebut adalah “kran wastafel yang mengeluarkan airnya secara otomatis saat kita meletakkan tangan dibawahnya”. Banyak diantara kami malah sibuk memutar-mutar kran yang hanya sebagai aksesoris belaka. Padahal ada instruksinya kalau penggunaan kran tersebut secara otomatis. Namun kami lupa membacanya. Aku jadi teringat pesan Ibu Diana kalau kami harus rajin membaca berbagai macam instruksi dan petunjuk arah yang kami temui supaya kami tidak nyasar dan salah dalam bertindak.
Selanjutnya kami semua mulai mencari sarapan pagi di bandara tersebut. Kami makan sandwich dan teh jepang yang pahit di sebuah restoran mewah bandara tersebut. Aku kembali harus membujuk perutku untuk bisa menikmati makanan tersebut.
Setelah makan, teman-teman sibuk online gratis dan foto-foto2. Aku gak bisa wifi-an karena belum membeli adaptor, gak bisa foto-foto karena belum punya kamera. Handphone ku pun kehabisan baterei. Jadi, ku hanya bisa menikmati suasana dan nebeng foto sama teman-teman. Mendekati jam 2 siang waktu Jepang, akupun sholat zuhur sekalian meringkas sholat asyar ku ke sholat zuhur.
Namun, kami bingung mencari tempat sholat yang nyaman. Akhirnya teman-temanku meminta bantuan security bandara Narita tersebut untuk menunjukkan kami tempat yang bisa digunakan untuk sholat. Security tersebut menyuruh kami sholat di ruangan tunggu yang tidak ada penumpangnya.
Orang-orang lalu lalang disekitar kami. Aku memejamkan mata demi menuntun hatiku untuk mengingat Allah secara khusuk. Setelah sholat, kuperhatikan orang-orang di bandara tersebut melihat kami dengan aneh dan heran. Mungkin mereka bertanya-tanya dengan gerakan-gerakan sholat yang baru saja kami lakukan. Aku dan teman-teman cuek saja dan tersenyum satu sama lain karena kami menyadari di bandara tersebut tidak begitu banyak orang Islamnya.
Sebenarnya waktu itu adalah waktunya makan siang bagi perutku. Tapi aku gak berani membeli makanan di bandara tersebut. Sebab mie ayam yang di Indonesia seharga Rp.7000,- disana berharga 80 yen. Untungnya perutku masih belum lapar. Selanjutnya kami melanjutkan transit kami ke gerbang check in pesawat menuju  San Fransisko. Kami membuat antrian yang panjang seperti ular karena jumlah kami yang 18 orang lumayan menyita tempat untuk antrian check in.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar