Hari ini aku berhasil bangun pukul 04.15 a.m.
Kemudian, aku mandi dan menyiapkan semua keperluan belajarku. Selanjutnya aku
sarapan bersama Natsumi. Kulihat Carmen belum bangun. Biasanya dia hanya bangun
sebelum berangkat kerja saja. Dia selalu mandi sebelum tidur, keesokan paginya
dia hanya mencuci muka dan menggosok gigi, sarapan dan langsung berangkat
kerja. Ternyata kebiasaan orang Amerika adalah mandi hanya sekali sehari yaitu
sebelum tidur. Menurutku mungkin hal tersebut untuk efisiensi waktu dipagi
harinya.
Aku berangkat ke kampus barengan lagi bersama
Natsumi. Di kampus aku sudah mulai berteman dekat juga dengan temanku yang dari
Mekkah, namanya Rayan. Waktu sholat zuhur, aku menanyakan lokasi mesjid
kepadanya. Dia membuatkan denah mesjid kepadaku. Aku mengajak salah seorang
temanku yang akhwat, nia, untuk kesana setelah makan bekal nasi yang kubawa
dari rumah. Kami juga berfoto-foto dengan kamera handphoneku. Kami
memperhatikan setiap detail lokasi yang kami lewati. Mata kami tertumbuk di
sebuah toko yang lagi mengadakan sale (diskon). Setelah sholat, kami kembali
lagi ke kampus. Sorenya sebelum pulang aku kembali lagi ke toko tersebut dan
membeli t-shirt murah seharga $25.
Aku sampai di rumah pukul delapan malam. Carmen
sangat mencemaskanku. Dia takut kalau terjadi hal buruk denganku. Aku
menjelaskan kepadanya kalau aku baik-baik saja dan aku sudah mulai bisa
mengingat semua rute jalan dengan baik. Dia sangat senang mendengarnya. Carmen
menyarankanku untuk membeli sebuah handphone agar dia bisa menanyai kondisiku
kapan saja dan dia bisa mengontrolku sepanjang waktu.
Aku memberinya pengertian kalau hal tersebut akan
mubazir saja karena aku hanya 2 bulan disana dan aku tidak terlalu membutuhkan
handphone amerika. Sebenarnya aku mau membeli handphone kalau dia yang
membayarkannya. Tapi ternyata dia menyuruhku membeli dengan uangku sendiri.
Makanya aku memutuskan untuk tidak memiliki handphone saja karena aku memiliki
handphone nokia yang lumayan lah untuk ukuran Indonesia.
Hari-hari selanjutnya kujalani dengan penuh
kedisiplinan, aku menjalani semua aturan yang dibuatnya dengan penuh kesabaran.
Untuk menjalani semuanya itu membuatku selalu bangun jam 3 dini hari supaya aku
bisa menikmati mandi pagi seperti di Indonesia. Sebab kalau aku mandi sekitar
jam setengah 6 an pagi, dia akan marah kepadaku.
Dia malah menyuruhku mandi jam 11 malam sebelum
tidur. Katanya itu adalah kebiasaan orang amerika. Sambil menunggu waktu sholat
shubuh biasanya kuisi dengan sholat tahajud, baca alqur’an dan mengerjakan pr.
Aku melakukan semua aktivitasku di tengah malam itu dengan penuh ketenangan
tanpa menimbulkan bunyi apapun. Bahkan untuk berjalan pun aku harus buka sandal
dan jinjit jinjit supaya tidak berbunyi. Membuka pintu kamar, pintu kulkas, dan
pintu microvawe juga pelan-pelan seperti maling.
Suatu ketika aku juga ditegurnya karena ketahuan
pulang kerumah untuk makan siang. Ketika kutanya kepada pihak home stay ku,
ternyata jatah makan yang disediakan oleh house family hanyalah jatah makan
pagi dan makan malam sedangkan makan siang dibeli sendiri di kampus kecuali
hari libur.
Aku juga pernah kemalaman sampai dirumah tanpa
mengabarinya terlebih dahulu. Sampai di rumah dia menanyaiku “have you get
dinner? “. “Not yet, because I do practice dancing with my friend in campus”.
Ia berkata kepadaku “wowww,,kitchen was close”. Aku menangkap makna dapur udah
ditutup itu adalah tidak ada lagi waktu makan malam dan aku terlambat jadi gak
boleh lagi makan malam. Dengan sabar aku berkata kepadanya “oh, it’s doesn’t
matter, i am still full”. Padahal sebenarnya aku lapar luar biasa.
Aku mengucapkan good night kepadanya dan langsung
masuk ke kamarku. Setelah sholat isya aku langsung tidur menahan lapar di
perut. Selanjutnya aku terbangun jam 3 dinihari dan berjinjit ke dapur
mengambil makanan sebanyak-banyaknya. Kuisi juga kotak bekalku untuk membawa
makanan ke kampus sesuai kebutuhanku. Hari-hari selanjutnya selalu aku selalu
menyediakan cemilan-cemilan di kamarku. Supaya nantinya aku tidak kelaparan
lagi.
Saat thanksgiving day Carmen berencana akan ke
tempat anaknya di Meksiko dan Natsumi akan pergi ke Los Angles. Karena
sendirian di rumah, aku mengatakan kepadanya kalau aku mau mau menginap saja
selama thanksgiving day dirumah Nurona dan Betzy. Dia setuju dan menyiapkan dua
buah bungkusan besar yang isinya bantal, selimut, kasur, dan handuk. Sebenarnya
aku mau protes tapi takut.
Padahal di Indonesia, kalau mau menginap ditempat
teman, aku hanya cukup membawa pakaian ganti ku saja. Sebab aku yakin mereka
pasti memiliki kasur, selimut dan bantal yang nyaman buat tamunya. Sampai di
tempat Nuro dan Betzy aku merasa malu banget.
Setelah dua malam menginap ditempat Nuro dan Betzy,
mereka membantu aku membawakan barang-barangku pulag ke rumah. Kami bertiga
turun naik train dan metro menenteng barang-barang tersebut.
Itulah pertama kalinya aku mengajak teman kerumah.
Itupun tanpa sepengetahuan Carmen. Sebab kalau ia tahu, ia pasti akan
memarahiku. Sampai dirumah aku mengatakan kepada Betzy dan Nuro kalau Carmen
selalu mengingat susunan benda-benda yang ada dirumahnya. Jadi, kalau mau
melakukan sesuatu aku harus hati-hati dan tidak boleh meninggalkan bekas.
Kami makan siang di tempatku. Betzy berkomentar
kalau rumahku itu seperti toko kaca dan toko parfum. Sebab disetiap sudut
ruangan terdapat kaca-kaca yag bersih mengkilap. Disetiap sudut ruangan juga
terdapat pewangi ruangan yang disetel untuk mengeluarkan semprotan per 3 menit.
Akibatnya sampai air minum dalam dispenser pun berbau wangi. Kalau kuhitung ada
8 buah kaca dan 8 buah pewangi ruangan di ruangan tengah yang kecil itu.
Carmen juga pernah memarahiku dan Natsumi karena
kami jarang menggunakan handsoap buat mencuci tangan. Sudah sebulan handsoap
dikamar mandi aku dan natsumi masih tinggal setengah. Padahal dalam
perkiraannya handsoap kami sudah harus habis. Sejak saat itu aku selalu
menggunakan handsoap banyak-banyak di tanganku. Dan aku lebih sering lagi
mencuci tangan dari biasanya.
Pada tanggal 9 November aku berulang tahun, Carmen
membelikanku sebungkus kue dan sepasang setelan baju dan celana kaos berwarna
biru. Sayangnya baju itu kedodoran. Dia berjanji akan menukarkannya lagi. Namun
sejak saat itu sampai aku pulang, aku tidak pernah melihat baju itu lagi. Dalam
hati aku berfikir, percuma saja dia memberiku hadiah ulang tahun.
Namun kue ulag tahun yang dia belikan cukup
memberiku kebahagiann di hari ulang tahunku yang ke 22 itu. Aku tak ingat lagi,
ini adalah salah satu mimpiku yang juga telah menjadi kenyataan. Ulang tahun
yang ke 22 di luar negeri. Alhamdulillah, aku benar-benar bersyukur kepada
Allah yang menjawab doa-doaku itu.
Itu baru sebagian kisahku bersamanya. Seminggu
sebelum aku pulang ke Indonesia dia berkomentar kalau aku adalah anak yang baik
melebihi Natsumi. Aku adalah anak yang patuh, rajin dan pintar. Sebab dia sudah
banyak menemukan kebiasaan-kebiasaan buruk Natsumi seperti:sering pulang malam
dalam keadaan mabuk,pulang malam diantar laki-laki, menghilangkan kunci rumah
di atas bus, selalu meninggalkan kamar dalam keadaan berantakan dan nilainya
yang selalu lebih rendah dari aku. Dalam hati aku bersyukur karena berhasil
menunjukkan kepadanya kalau anak Indonesia adalah anak yang baik dan bisa
beradaptasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar