Pengikut

Rabu, 28 Oktober 2015

*Semua Mulai Normal*



Hari ini aku berhasil bangun pukul 04.15 a.m. Kemudian, aku mandi dan menyiapkan semua keperluan belajarku. Selanjutnya aku sarapan bersama Natsumi. Kulihat Carmen belum bangun. Biasanya dia hanya bangun sebelum berangkat kerja saja. Dia selalu mandi sebelum tidur, keesokan paginya dia hanya mencuci muka dan menggosok gigi, sarapan dan langsung berangkat kerja. Ternyata kebiasaan orang Amerika adalah mandi hanya sekali sehari yaitu sebelum tidur. Menurutku mungkin hal tersebut untuk efisiensi waktu dipagi harinya.
Aku berangkat ke kampus barengan lagi bersama Natsumi. Di kampus aku sudah mulai berteman dekat juga dengan temanku yang dari Mekkah, namanya Rayan. Waktu sholat zuhur, aku menanyakan lokasi mesjid kepadanya. Dia membuatkan denah mesjid kepadaku. Aku mengajak salah seorang temanku yang akhwat, nia, untuk kesana setelah makan bekal nasi yang kubawa dari rumah. Kami juga berfoto-foto dengan kamera handphoneku. Kami memperhatikan setiap detail lokasi yang kami lewati. Mata kami tertumbuk di sebuah toko yang lagi mengadakan sale (diskon). Setelah sholat, kami kembali lagi ke kampus. Sorenya sebelum pulang aku kembali lagi ke toko tersebut dan membeli t-shirt murah seharga $25.
Aku sampai di rumah pukul delapan malam. Carmen sangat mencemaskanku. Dia takut kalau terjadi hal buruk denganku. Aku menjelaskan kepadanya kalau aku baik-baik saja dan aku sudah mulai bisa mengingat semua rute jalan dengan baik. Dia sangat senang mendengarnya. Carmen menyarankanku untuk membeli sebuah handphone agar dia bisa menanyai kondisiku kapan saja dan dia bisa mengontrolku sepanjang waktu.
Aku memberinya pengertian kalau hal tersebut akan mubazir saja karena aku hanya 2 bulan disana dan aku tidak terlalu membutuhkan handphone amerika. Sebenarnya aku mau membeli handphone kalau dia yang membayarkannya. Tapi ternyata dia menyuruhku membeli dengan uangku sendiri. Makanya aku memutuskan untuk tidak memiliki handphone saja karena aku memiliki handphone nokia yang lumayan lah untuk ukuran Indonesia.
Hari-hari selanjutnya kujalani dengan penuh kedisiplinan, aku menjalani semua aturan yang dibuatnya dengan penuh kesabaran. Untuk menjalani semuanya itu membuatku selalu bangun jam 3 dini hari supaya aku bisa menikmati mandi pagi seperti di Indonesia. Sebab kalau aku mandi sekitar jam setengah 6 an pagi, dia akan marah kepadaku.
Dia malah menyuruhku mandi jam 11 malam sebelum tidur. Katanya itu adalah kebiasaan orang amerika. Sambil menunggu waktu sholat shubuh biasanya kuisi dengan sholat tahajud, baca alqur’an dan mengerjakan pr. Aku melakukan semua aktivitasku di tengah malam itu dengan penuh ketenangan tanpa menimbulkan bunyi apapun. Bahkan untuk berjalan pun aku harus buka sandal dan jinjit jinjit supaya tidak berbunyi. Membuka pintu kamar, pintu kulkas, dan pintu microvawe juga pelan-pelan seperti maling.
Suatu ketika aku juga ditegurnya karena ketahuan pulang kerumah untuk makan siang. Ketika kutanya kepada pihak home stay ku, ternyata jatah makan yang disediakan oleh house family hanyalah jatah makan pagi dan makan malam sedangkan makan siang dibeli sendiri di kampus kecuali hari libur.
Aku juga pernah kemalaman sampai dirumah tanpa mengabarinya terlebih dahulu. Sampai di rumah dia menanyaiku “have you get dinner? “. “Not yet, because I do practice dancing with my friend in campus”. Ia berkata kepadaku “wowww,,kitchen was close”. Aku menangkap makna dapur udah ditutup itu adalah tidak ada lagi waktu makan malam dan aku terlambat jadi gak boleh lagi makan malam. Dengan sabar aku berkata kepadanya “oh, it’s doesn’t matter, i am still full”. Padahal sebenarnya aku lapar luar biasa.
Aku mengucapkan good night kepadanya dan langsung masuk ke kamarku. Setelah sholat isya aku langsung tidur menahan lapar di perut. Selanjutnya aku terbangun jam 3 dinihari dan berjinjit ke dapur mengambil makanan sebanyak-banyaknya. Kuisi juga kotak bekalku untuk membawa makanan ke kampus sesuai kebutuhanku. Hari-hari selanjutnya selalu aku selalu menyediakan cemilan-cemilan di kamarku. Supaya nantinya aku tidak kelaparan lagi.
Saat thanksgiving day Carmen berencana akan ke tempat anaknya di Meksiko dan Natsumi akan pergi ke Los Angles. Karena sendirian di rumah, aku mengatakan kepadanya kalau aku mau mau menginap saja selama thanksgiving day dirumah Nurona dan Betzy. Dia setuju dan menyiapkan dua buah bungkusan besar yang isinya bantal, selimut, kasur, dan handuk. Sebenarnya aku mau protes tapi takut.
Padahal di Indonesia, kalau mau menginap ditempat teman, aku hanya cukup membawa pakaian ganti ku saja. Sebab aku yakin mereka pasti memiliki kasur, selimut dan bantal yang nyaman buat tamunya. Sampai di tempat Nuro dan Betzy aku merasa malu banget.
Setelah dua malam menginap ditempat Nuro dan Betzy, mereka membantu aku membawakan barang-barangku pulag ke rumah. Kami bertiga turun naik train dan metro menenteng barang-barang tersebut.
Itulah pertama kalinya aku mengajak teman kerumah. Itupun tanpa sepengetahuan Carmen. Sebab kalau ia tahu, ia pasti akan memarahiku. Sampai dirumah aku mengatakan kepada Betzy dan Nuro kalau Carmen selalu mengingat susunan benda-benda yang ada dirumahnya. Jadi, kalau mau melakukan sesuatu aku harus hati-hati dan tidak boleh meninggalkan bekas.
Kami makan siang di tempatku. Betzy berkomentar kalau rumahku itu seperti toko kaca dan toko parfum. Sebab disetiap sudut ruangan terdapat kaca-kaca yag bersih mengkilap. Disetiap sudut ruangan juga terdapat pewangi ruangan yang disetel untuk mengeluarkan semprotan per 3 menit. Akibatnya sampai air minum dalam dispenser pun berbau wangi. Kalau kuhitung ada 8 buah kaca dan 8 buah pewangi ruangan di ruangan tengah yang kecil itu.
Carmen juga pernah memarahiku dan Natsumi karena kami jarang menggunakan handsoap buat mencuci tangan. Sudah sebulan handsoap dikamar mandi aku dan natsumi masih tinggal setengah. Padahal dalam perkiraannya handsoap kami sudah harus habis. Sejak saat itu aku selalu menggunakan handsoap banyak-banyak di tanganku. Dan aku lebih sering lagi mencuci tangan dari biasanya.
Pada tanggal 9 November aku berulang tahun, Carmen membelikanku sebungkus kue dan sepasang setelan baju dan celana kaos berwarna biru. Sayangnya baju itu kedodoran. Dia berjanji akan menukarkannya lagi. Namun sejak saat itu sampai aku pulang, aku tidak pernah melihat baju itu lagi. Dalam hati aku berfikir, percuma saja dia memberiku hadiah ulang tahun.
Namun kue ulag tahun yang dia belikan cukup memberiku kebahagiann di hari ulang tahunku yang ke 22 itu. Aku tak ingat lagi, ini adalah salah satu mimpiku yang juga telah menjadi kenyataan. Ulang tahun yang ke 22 di luar negeri. Alhamdulillah, aku benar-benar bersyukur kepada Allah yang menjawab doa-doaku itu.
Itu baru sebagian kisahku bersamanya. Seminggu sebelum aku pulang ke Indonesia dia berkomentar kalau aku adalah anak yang baik melebihi Natsumi. Aku adalah anak yang patuh, rajin dan pintar. Sebab dia sudah banyak menemukan kebiasaan-kebiasaan buruk Natsumi seperti:sering pulang malam dalam keadaan mabuk,pulang malam diantar laki-laki, menghilangkan kunci rumah di atas bus, selalu meninggalkan kamar dalam keadaan berantakan dan nilainya yang selalu lebih rendah dari aku. Dalam hati aku bersyukur karena berhasil menunjukkan kepadanya kalau anak Indonesia adalah anak yang baik dan bisa beradaptasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar