Selesai
sholat shubuh, paman dan bibiku menyuruhku untuk tetap beragkat karena mereka
tahu kalau keberangkatanku menuju Jakarta adalah impian yang sudah sangat lama
kupersiapkan dan merupakan hal yang sangat penting juga untuk masa depanku. Selanjutnya
hanya ada air the dingin dan mie rebus yang direndam dengan air dingin sebagai
sarapanku pagi itu. Aku mengecup kening serta pipi jenazah adikku dan berangkat
menuju bandara diantar oleh salah seorang adik sepupu perempuanku. Aku dikasih
uang Rp.30.000,- oleh bibiku untuk bayaran bagasi pesawatku. Aku tahu saat itu
bibiku juga sedang mengalami kesulitan financial. Aku tidak berani meminta uang
lebih kepada para sodara-sodara yang lain sebab memang bukanlah tipeku untuk
berprilaku seperti itu.
Sampai
di bandara adekku hanya mengatarkanku
sampai ruang tunggu dan harus balik kerumah dengan tergesa-gesa. Saat itu
adalah pengalaman pertamaku di Bandara untuk berangkat naik pesawat. Aku bingung
dengan apa yang harus kulakukan. Akhirnya aku memutuskan untuk mengisi pulsa
elektrik handphoneku dan menelvon salah seorang temanku yang juga penerima
beasiswa dan berjanji akan menunggu di Bandara Soekarno Hatta.
Untuk
check in, aku harus bertanya terlebih dahulu kepada satpam yang ada di bandara
tersebut karena aku tidak tahu prosedurnya. Untungnya satpam itu baik dan
mendampingiku mulai dari proses check in sampai aku berada di ruang tunggu. Setelah
aku merasa aman di ruang tunggu keberangkatan, satpam itu mohon izin untuk
melanjutkan pekerjaannya. Aku mengucapkan terima kasih kepada satpam tersebut
dan menunggu sendirian di ruang tunggu tersebut.
Aku
merasa deg-degan karena hari itu adalah hari pertamaku terbang naik pesawat. Mimpi
yang dulu sering kuimajinasikan sebentar lagi akan jadi kenyataan. Aku melihat
di ruang tunggu tersebut banyak tourist asing yang juga sedang menunggu
informasi keberangkatan. Sebenarnya aku sangat teergoda untuk berbicara dan
mengasah kemampuan speakingku dengan mereka. Namun melihat kondisi sekitar
adalah hal yang belum biasa bagiku dan aku membayangkan nantinya di amerika aku
juga akan bertemu dan bisa berinteraksi sepuas-puasnya dengan ornag asing,
akhirnya aku memutuskan hanya duduk dengan tenang menunggu pengumuman pesawat
keberangkatanku.
Namun,
tiba-tiba saja seorang nenek-nenek datang menghampiriku. Dia menyapaku dan aku membalasnya
dengan senyuman terbaikku. Dia duduk disampingku dan bertanya tentang daerah
yang akan kutuju. Setelah dia mengetahui daerah tujuanku adalah Jakarta, dia memutuskan dan mengatakan
kalau nanti di atas pesawat dia akan duduk disampingku. Aku hanya tersenyum dan
menggangguk mengiyakan permintaannya
tersebut. Dia mengatakan kepadaku kalau hari itu adalah pengalaman pertamanya
naik pesawat. Di dalam hati aku juga berkata kalau sebenarnya aku juga senasib
dengannya. Aku tidak mau mengatakan secara langsung kepadanya supaya dia tidak
bertanya macam-macam kepadaku.
Beberapa
menit kemudian aku kebelet pipis dan ingin pergi ke toilet. Aku minta izin
untuk pergi ke toilet kepada nenek tersebut. Ternyata dia tidak mau tinggal
untuk menungguku sebentar di ruang tunggu. Dia memaksa ingin pergi ke toilet
juga bersamaku. Aku berpikir mungkin dia juga pengen pipis di toilet tersebut.
Saat aku masuk kedalam toilet dia setia menungguku diluar toilet. Akhirnya aku
tahu bahwa sebenarnya dia takut kutinggalkan dan nantinya tidak bisa duduk
disampingku di atas pesawat. Kami kembali duduk dikursi ruang tunggu sambil
bercerita banyak.
Akhirnya
jam keberangkatan kamipun tiba. Aku dan nenek tersebut berjalan beriringan
menuju pintu pesawat. Namun, tatkala mau memasuki pintu
tersebut, mbak-mbak pramugari mengatakan kalau aku dan nenek tersebut harus
masuk dari pintu yang berbeda. Aku dapat bagian masuk dari pintu belakang dan
si nenek dapat bagian masuk dari pintu depan. Aku meminta maaf kepada si nenek
tersebut karena ternyata aku tidak bisa bersamanya lagi sebab nomor kursi kami
juga jauh jaraknya.
Setelah
menemuka posisi tempat dudukku, aku begitu surprise karena disamping kursiku
telah duduk 2 orang pria. Mereka mempersilahkan aku untuk masuk dan duduk dekat
posisi jendela. Aku sedikit berbasa-basi untuk meminta duduk dibagian jalan
saja supaya tidak terlalu susah masuk ke tempat duduk bagian jendela. Namun,
dengan tersenyum salah seorang diantara mereka yaitu yang paling muda
mengatakan kalau jatah tempat dudukku memang didekat jendela dan dia menyuruhku
mengecek lagi tiketku. Dengan pipi memerah karena malu, akupun masuk dan mengucapkan
terima kasih kepadanya.
Beberapa
menit menunggu akhirnya pesawatku mulai berjalan dan mencari posisi yang pas
untuk lepas landas. Aku berdoa dalam hati sambil menahan nafas dan berusaha
serileks mungkin. Aku melihat keluar jendela dan semua yang kuhadapi saat itu
benar-benar perwujudan mimpi-mimpiku yang telah lama kuimajinasikan. Awan putih
memantulkan silauan cahaya diluar jendela. Suara pesawat menderu halus
ditelingaku. Dua puluh menit kemudian. Pemuda yang duduk disampingku mengajakku
berbicara. Kami berkenalan dan saling berbagi pengalaman satu sama lain.
Ternyata dia adalah salah seorang wartawan yang berasal dari daerah yang tidak
terlalu jauh dari kampungku. Dia mengikuti studi banding ke propinsi-propinsi
lain Indonesia bersama empat puluh orang teman-temannya yang lain. Pantas saja
dari awal aku banyak mendengar banyak suara-suara disekitarku yang menggoda
pemuda tersebut. Ternyata teman-temannya ngompor-ngomporin dia untuk mengajakku
berbicara. Benar-benar perkenalan yag berkesan.
Selanjutnya dia juga bertanya tentang daerah asal
dan tujuanku. Dia benar-benar surprise ketika mengetahui bahwa itu adalah
pengalaman pertamaku naik pesawat. Dia menyangka kalau aku telah sering naik
pesawat karena dia tidak melihat kegugupanku sedikitpun saat itu. Katanya aku
terlihat seperti seseorang yang telah berpengalamanturun naik pesawat. Didalam
hati aku bersyukur karena tidak terlihat kikuk dalam penerbangan pertamaku. Dia
juga salut melihat keberanianku saat itu sendirian ke Jakarta untuk pertama
kalinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar