Pukul setengah enam,
kami semua telah berangkat menuju kedutaan besar Amerika. Kami naik taksi
berombongan menuju kesana. Perutku terasa lapar banget karena pihak hotel belum
menyediakan makan pagi buat kami. Namun aku masih bisa menghandelnya. Ternyata
untuk masuk ke dalam kedutaan besar Amerika tersebut, kami harus membuat
antrian yang panjang mulai dari gerbang luarnya. Kulihat kami berada dibawah
kolong jembatan salah satu jalan raya Jakarta Pusat.
Aku
juga melihat kereta api lalu lalang di sebuah rel besar yang berada tepat di
hadapan jalan raya yang menaungi tempatku berdiri. Terbersit juga dalam
fikiranku untuk menikmati indahnya perjalanan dengan kereta api seperti dalam
buku-buku cerita yang kubaca dimasa SD ku. Untuk menghilangkan kebosanan
menunggu, beberapa orang temanku mengeluarkan kamera mereka dan
menjepret-jepret kami semua.
Tiba-tiba
kulihat beberapa orang pria berpakaian loreng khas tentara Amerika berlari
menuju kami dan menghardik teman-temanku. Mereka mengancam akan mengambil
kamera teman-temanku jika mereka masih memotret-motret. Aku dan teman-teman
yang lainnya benar-benar terkejut melihat kejadian itu. Ternyata hal tersebut
merupakan salah satu peraturan kedubes Amerika. Dilarang memotret-motret di
area tersebut. Aku heran, padahal itu masih kawasan diluar gerbang kantor
kedubes mereka. Akhirnya semua kami berusaha memasang tampang lugu agar
terlihat seperti manusia yang patuh aturan.
Tidak
lama kemudian pintu gerbang kedubes tersebut pun dibuka. Satu per satu nama
kami dipanggil untuk memasuki gerbang tersebut. Ternyata data formulir visa
yang telah kami kirimkan ke panitia melalui email telah sampai di pihak kedubes
tersebut. Sambil menunggu namaku terpanggil, aku melihat banyak warga negara
asing yang berdiri disekitarku. Aku tidak ingin berbicara dengan mereka untuk
mempraktekkan bahasa Inggrisku.
Namun
karena melihat para penjaga yang bertampang sangar, aku memutuskan untuk
menyimpan hasratku tersebut dan menghibur diriku kalau nantinya di Amerika aku
juga bakalan bisa melakukannya. Setelah namaku terpanggil, aku berjalan menuju
gerbang kantor tersebut. Penjaga gerbang menuruhku meninggalkan semua
peralatanku dalam sebuah keranjang dan hanya diperbolehkan masuk membawa
bollpoint dan dokumen-dokumenku. Aku berusaha bersikap setenang mungkin
memasuki gerbang tersebut.
Sesampainya
didalam perkantoran kedubes tersebut, kulihat antrian pajang di setiap loket.
Panitia beasiswaku memandu kelompokku menuju sebuah loket tempat kami akan
mengurus semua dokumen-dokumen yang akan kami butuhkan. Selanjutnya kami
memasuki sebuah ruangan ber AC tempat wawancara visa akan dilaksanakan. Aku dan
teman-temanku duduk di ruangan tunggu berkursi empuk.
Setelah
namaku dipanggil, aku menuju loket wawancara. Mereka mewawancarai dari balik
kaca. Dengan berbahsa Inggris, mereka menanyaiku beberapa pertanyaan seperti
maksud dan tujuanku ke amerika, kapan aku akan berangkat dan kembali lagi ke
Indonesia. Aku menjawab semua pertanyaan mereka dengan percaya diri dan penuh
ketenangan. Setelah itu mereka memotret wajahku, melakukan sidik sepuluh jari,
dan merekam suaraku. Benar-benar proses pendataan yang mutakhir menurutku.
Setelah
semua anggota grupku selesai interview, kamipun diajak berkumpul di sebuah
ruangan tunggu yang luas oleh panitia. Disana kami diperkenalan dengan salah
seorang sekretaris bagian pendidikan dan kebudayaan di kedubes tersebut.
Sekretaris tersebut seorang mbak-mbak yang cantik dan ramah. Dia memperkenalkan
dirinya kepada kami dan memberi kami sebuah biografi singkat Barrack Obama. Dia
menjelaskan program-program yang dikelolanya dan menawarkan kami untuk datang
ke @America, sebuah pusat kebudayaan Amerika yang dibangun di Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar