Pengikut

Rabu, 13 Maret 2013

*Masa ABG penuh gejolak*

Tahun 2005 aku mengalami kesulitan untuk mencari sekolah menengah pertama (SMP) berkualitas yang bisa menerimaku sebagai siswa mereka. Setelah berkeliling mendatangi setiap sekolah menengah pertama yang ada di daerahku, akhirnya aku bisa bersyukur karena masih ada sebuah SMP biasa yang mau menerimaku sebagai siswanya. Aku dimasukkan ke dalam kelas yang berisi anak-anak berkemampuan akademik paling lemah. Padahal menurutku aku pantas dikategorikan kedalam siswa yang berkemampuan menengah. Namun aku tidak punya bukti nilai yang mendukung untuk hal itu. Aku mencoba ikhlas menjadi siswa kelas satu SMP dalam kelas yang berkualifikasi akademik paling rendah.
Aku bertekad untuk menjadi pemuncak kelas dalam kelas tersebut karena aku bertarget akan masuk kelas unggul di kelas 2 dan kelas 3 ku nantinya. Aku berusaha keras untuk mewujudkan tekadku dengan belajar yang giat, sering diskusi dengan guru tentang pelajaran-pelajaran yang tidak kumengerti, selalu memanfaatkan waktu luangku di perpustakaan dan selalu menyimpan uang jajanku untuk membeli buku-buku ilmu pengetahuan. Usaha kerasku akhirnya berhasil. Aku berhasil mewujudkan semua impianku untuk dapat duduk di kelas unggul di kelas 2 ku.
Dalam kelas 2 unggul tersebut, aku juga berhasil meraih pemuncak kelas kategori tiga besar. Saat itu disekolahku juga diadakan pemilihan siswa berprestasi. Pemuncak kelas tiga besar dari setiap kelas mendapatkan kesempatan untuk ikut pelatihan siswa berprestasi gratis dari dinas pendidikan daerahku. Aku sangat senang mendengar berita tersebut. Namun, aku benar-benar terpukul saat kepala sekolahku justru memilih teman kelasku yang rangking empat untuk menggantikan posisiku. Aku benar-benar kecewa dan sedih karena tidak mengerti dengan alasan mereka untuk tidak memilihku padahal kesempatan itu adalah jatahku. Aku pulang dengan langkah lunglai. Aku memutuskan untuk menenangkan fikiranku dengan bermain ke pasar untuk hang out bersama sahabatku. Sampai di rumah aku benar-benar surprise karena Allah mengganti kesedihanku dengan sebuah kesempatan luar biasa yang ditawarkan oleh pemerintah daerahku. Di rumahku telah menunnggu seorang Bapak-bapak dari pegawai pemerintah daerahku. Bapak tersebut mengatakan kalau dia mau mengajak aku untuk mewakili forum anak nasional di propinsi. Dia mengatakan kalau aku adalah perwakilan dari seluruh siswa smp yang ada di daerahku.
Bersama salah seorang siswi sekolah SMA unggul yang ada di daerahku, aku mengikuti Forum Anak Nasional di propinsi. Aku benar-benar bahagia saat itu. Karena hal tersebut merupakan pengalaman pertamaku untuk ikut event nasional di propinsi. Follow up dari Forum tersebut adalah forum lanjutan yang akan dilakukan di Denpasar. Aku termasuk kategori 2 besar yang akan dipilih untuk menjadi perwakilan menuju Denpasar. Namun, aku gagal dalam voting suara. Akhirnya aku kembali kecewa karena mimpiku untuk naik pesawat kembali harus kandas hanya karena kalah dalam voting suara.
Selanjutnya aku semakin termotivasi untuk menjadi lebih giat lagi dalam usaha belajarku. Aku mempelajari bagaimana cara mengemukakan pendapat yang baik. Aku menjadi siswa yang rajin berdiskusi dengan siapa saja. Akhirnya aku menjadi lebih gemar berbicara dan suka mendiskusikan banyak hal dengan semua orang. Nilai-nilaiku semakin meningkat karena setiap kali aku malas dalam belajar aku selalu termotivasi dengan membayangkan kalau aku akan terbang dengan pesawat.

Di sisi lain, dalam waktu luangku aku juga membantu salah seorang guru mata pelajaranku berjualan nasi goreng. Imbalannya adalah sebungkus nasi goreng gratis setiap hari.  Guruku tersebut membawa 20-30 bungkus nasi goreng setiap harinya. Selanjutnya dalam pergantian jam dan waktu istirahat, aku menjajakannya kepada teman-temanku. Aku bahkan menjajakannya kepada kakak-kakak kelasku yang kelas 3 sehingga pada umumnya seluruh siswa yang ada di SMP ku mengenalku sebagai seorang penjual nasi goreng. Bahkan banyak juga yang menyangka kalau aku adalah anak guru pembuat nasi goreng tersebut karena kami sering terlihat bersama.
Saat kelas tiga, aku juga bergabung dengan teman-temanku di kelas unggul. Aku juga banyak mewakili sekolah dalam kegiatan-kegiatan daerah seperti: olimpiade-olimpiade mata pelajaran dan berkali-kali menjadi pemenang lomba penyelenggaraan sholat jenazah yang saat itu aku berperan sebagai imam dalam kelompokku. Hal tersebut membuat teman-teman dan guru-guru  mengenalku sebagai anak yang berprestasi. Sampai akhirnya dalam ujian nasional, aku termasuk kategori empat besar nilai tertinggi dari sekolahku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar