Pengikut

Kamis, 14 Maret 2013

*MUSIBAH BESAR*


Pada tanggal 24-27 juli aku harus mengikuti PDO (pre departure orientation di Jakarta. Padahal waktu itu aku tengah mengikuti kegiatan KKN (Kuliah Kerja Nyata) di sebuah kampong pedalaman yang jauh dari akses informasi yang memadai. Panitia mengirimkan tiket keberangkatanku  untuk ke Jakarta melalui emil. Untuk mengecek email, aku harus naik motor selama satu jam menuju pusat kabupaten dari kampung terpencil tersebut.
Saat panitia mau memesankan tiket buatku, mereka bertanya lagi tentang kepastian tanggal untukku kembali ke kampungku. Aku meminta tanggal kepulanganku 3 hari setelah acara karena salah seorang adek bapakku ada yang tinggal dijakarta mengajakku untuk menetap ditempatnya selama 3 hari setelah acara. Aku membayangkan suasana yang menyenangkan yang akan kujalani nantinya dijakarta setelah acara PDO ku. Pamanku berjanji akan mengajakku jalan-jalan selama 3 hari aku disana.
Dengan penuh keyakinan aku meminta panitia untuk mengundur kepulanganku selama 3 hari dengan perjanjian panitia tidak akan menanggung akomodasiku selama 3 hari tersebut karena sudah diluar tanggal acara. Selanjutnya aku mempersiapkan diriku buat PDO (oientasi sebelum keberangkatan) di lokasi KKN ku. Aku mengalami kesulitan dalam mengirim dan menerima file-file persiapan PDO yang dikirimkan panitia buatku karena lokasi tersebut tidak memiliki akses internet yang memadai.
Tepat pada tanggal yang telah ditentukan yaitu 2 hari sebelum PDO, aku minta izin kepada kepala panitia yang mengurus bagian KKN ku untuk memberiku izin dengan alasan yang syar’i. Aku harus meminta tanda tangan berbagai pihak lain untuk bukti resmi izin keluar dari lokasi KKN ku. Pesan yang sangat membuatku merasa tidak enak adalah semua orang memesan oleh-oleh kepadaku. Sebenarnya aku ingin sekali bisa menghadiahi semua orang-orang yang kukenal dengan oleh-oleh dari tempat-tempat yang kukunjungi. Tetapi tentu saja hal tersebut adalah suatu hal yang tdak mungkin bisa kulakukan karena aku tidak memiliki mesin pencetak uang di rumahku.
Setelah berpamitan dengan warga kampung di tempat lokasi KKN ku, aku pulang ke rumah orangtuaku untuk menyiapkan bekalku ke Jakarta. Aku tidur semalam di rumah dan mempersiapkan pakaian dan kelengkapan dokumen-dokumenku untuk PDO. Untuk keberangkatanku ke Jakarta, aku harus menuju propinsi terlebih dahulu selama 3 jam perjalanan. Tiket pesawatku adalah minggu pagi jam 8. Selanjutnya aku memutuskan untuk berangkat ke propinsi pada sabtu sore karena aku takut mengalami hambatan yang tidak terduga dan tidak diinginkan.
Sabtu sore aku sampai di Padang sendirian karena Bapak dan ibu tidak punya ongkos untuk menemaniku. Mereka hanya mengiringiku dengan doa penuh keikhlasan.  Malam itu aku menumpang tinggal di rumah adek bapakku. Mereka mengatakan akan mengantarkanku ke Bandara keesokan paginya bersama-sama. Disamping itu aku juga berharap akan dapat sedikit uang saku dari mereka karena saat itu aku hanya memiliku uang Rp.60.000,-. Aku beristirahat melepas lelah sambil bermain-main dengan adik-adik sepupuku.
Malam harinya tepat jam 9 malam, adek sepupuku mendapat sms kalau salah seoranga adik sepupu laki-lakiku yang masih duduk di kelas 1 SMA mengalami kecelakaan lalu lintas. Kulihat sore harinya dia memang sibuk bersiap-siap mau pergi bermain bersama teman-temannya. Namun tidak seorangpun yang menyangka kalau dia akan mengalami peristiwa naas kecelakaan lalu lintas. Dia terlempar dari motornya dan terhempas ke trotoar jembatan laying menuju Bandara International Minangkabau. Bandara tempat aku akan berangkat menuju Jakarta keesokan paginya. Teman-temannya membawanya ke berbagai tempat untuk mendapatkan pertolongan. Semua paman dan bibiku kocar-kacir berlarian menuju tempat adikku dibawa.
Aku dan adik-adik sepupu yang lain menunggu di rumah dengan penuh kecemasan. Tepat jam 12 malam, salah seorang teman pamanku datang dan membawa kabar duka yang membuat kami semua terkejut. Akhirnya adikku menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit tersebut. Ternyata sore itu adalah pertemuan terakhirku dengannya. Semua adik sepupuku yang perempuan menangis tak karuan. Aku menenangkan mereka dan mengajak mereka menyiapkan dipan dan tikar untuk pembaringan jenazah adikku.
Aku menunggu kedatangan paman, bibi dan jenazah adikku dengan fikiran yang tak karuan. Aku ragu untuk melanjutkan perjalananku keesokan harinya menuju Jakarta. Aku berpikir tidak mungkin meninggalkan jenazah adikku di rumah. Aku berdoa agar tetap diberi ketenangan batin oleh Allah dalam menghadapi semua kejadian itu. Yang dapat kulakukan malam itu hanya membaca ayat suci alquran sambil sesenggukan disamping jenazah adikku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar