Pengikut

Rabu, 13 Maret 2013

*INSTRUMEN JIWAKU*




Saat semua jiwa berharap akan duniawi, aku berjalan menuju impian semu.
Saat semua kaki berjalan di atas sutra, kakiku melangkah tegap di atas duri dan batuan cadas. Seakan tapak ini kebal akan perihnya hujaman-hujaman tajam yang menikam.
Saat semua raga berlomba menuju fisik yang sempurna, aku berjalan dalam kesederhanaan yang tiada artinya.
Saat semua orang terlelap dalam hamparan kasur empuk dan buaian mimpi malam yang semu, aku terjaga dalam hamparan sajadah lusuh dan tahajud yang penuh dengan mimpi-mimpi nyata.
Saat semua orang berlumuran uang dan emas, aku berlumuran belas kasihan yang selalu berderma kepadaku dan lilitan kredit yang menjerat urat leherku.
Saat aku berjalan menggapai sebuah menara impian, aku melihat kemilau dua belahan dunia yang berbeda. Aku merasa bagaikan seorang Cinderella yang terlahir dadakan. Saat pertama kutelusuri jalan impian itu, aku puas dan kenyang akan duri-duri dan cadas kehidupan yang yang selalu setia menghampiriku. Perjuangan yang panjang penuh badai dan topan membawaku menuju sebuah karang besar menjulang tinggi di hadapanku. Diujungnya kuliat sebuah berlian berkilauan. Berlian itu meluncur turun menghampiriku dan kemudian pergi lagi.

***________***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar