Saat
semua jiwa berharap akan duniawi, aku berjalan menuju impian semu.
Saat
semua kaki berjalan di atas sutra, kakiku melangkah tegap di atas duri dan
batuan cadas. Seakan tapak ini kebal akan perihnya hujaman-hujaman tajam yang
menikam.
Saat
semua raga berlomba menuju fisik yang sempurna, aku berjalan dalam
kesederhanaan yang tiada artinya.
Saat
semua orang terlelap dalam hamparan kasur empuk dan buaian mimpi malam yang
semu, aku terjaga dalam hamparan sajadah lusuh dan tahajud yang penuh dengan
mimpi-mimpi nyata.
Saat
semua orang berlumuran uang dan emas, aku berlumuran belas kasihan yang selalu
berderma kepadaku dan lilitan kredit yang menjerat urat leherku.
Saat
aku berjalan menggapai sebuah menara impian, aku melihat kemilau dua belahan
dunia yang berbeda. Aku merasa bagaikan seorang Cinderella yang terlahir
dadakan. Saat pertama kutelusuri jalan impian itu, aku puas dan kenyang akan
duri-duri dan cadas kehidupan yang yang selalu setia menghampiriku. Perjuangan
yang panjang penuh badai dan topan membawaku menuju sebuah karang besar
menjulang tinggi di hadapanku. Diujungnya kuliat sebuah berlian berkilauan. Berlian
itu meluncur turun menghampiriku dan kemudian pergi lagi.
***________***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar