Tanpa
terasa akupun telah sampai di bandara soekarno hatta. Aku dan wartawan itu mengucapkan
salam perpisahan satu sama lain. Selanjutnya
aku bingung harus melakukan apa. Aku menelvon temanku
yang telah berjanji akan menungguku di sana .Ternyata mereka telah
duluan menuju gambir dan telah berada diatas bus damri. Aku benar-benar sedih
karena mereka tega meninggalkanku. Namun, kesedihanku gak berpanjangan sebab
mereka berjanji akan menungguku di gambir sampai aku datang.
Aku
melihat ke sekeliling landasan udara tersebut. Kulihat semua orang sibuk dengan
urusannya masing-masing dan mereka berjalan menuju ke dalam gedung Bandara
tersebut. Aku mengikuti mereka dan mendekati seorang ibu-ibu yang terlihat susah
membawa barang bawaannya yang berat. Aku menawaran diri untuk membantunya. Dia
tersenyum dan menerima tawaranku. Ibu tersebut merangkul bahuku dan mengajakku
terlebih dahulu menuju ke bagasi untuk mengambil barang-barangnya yang lain.
Aku juga teringat kalau aku juga punya barang di bagasi. Sambil berjalan ibu
tersebut menanyai daerah tujuanku. Aku menceritakan semua yang akan kulakukan.
Ibu tersebut terkejut dan terlihat sangat mencemaskanku. Sebab Jakarta adalah
daerah yang sangat berbahaya bagi seorang gadis yang baru pertama kali datang
kesana sendirian dan belum tahu pasti alamat yang akan dituju. Seperti hal yang
kualami saat itu.
Aku
mengatakan kalau aku telah memiliki daerah tujuan yang pasti dan peta
perjalanan yang lengkap. Ibu tersebut mengatakan kalau nanti anak perempuannya
yang telah menunggu diruang tunggu kedatangan akan membantuku menunjukkan
tempat pembelian tiket bus damri yang akan kunaiki menuju gambir. Ternyata
benar, diluar telah menunggu anak perempuan ibu tersebut. Ibu tersebut
memperkenalkan aku kepada anaknya dan menceritakan kalau aku butuh bantuannya
untuk membelikan tiket damri menuju gambir.
Kakak
tersebut mengajakku menuju loket
pembelian tiket damri dan menunggu bus damri menuju gambir. Ternyata biaya
pembelian tiket damri tiga puluh lima ribu rupiah. Setelah busku datang, aku
mengucapkan terima kasih banyak kepada mereka. Kakak tersebut berpesan agar aku
tidak boleh terlihat kikuk ketika sampai di gambir nantinya. Saat aku mau
menaikkan barang-barangku ke atas bus, seorang laki-laki membantuku mengangkatnya
ke atas bus. Aku menyangka laki-laki tersebut adalah kernet atau supir bus
tersebut. Dia mencarikan tempat duduk buatku. Setelah aku menemukan posisi
duduk yang nyaman, aku mengucapkan terima kasih kepadanya. Ternyata laki-laki
tersebut terus berdiri disampingku. Ia menyindirku sambil berkata “beri saja
secukupnya”. Oh tuhan, akhirnya aku baru sadar kalau laki-laki tersebut adalah
seorang tukang angkat. Aku ragu dan bingung tentang jumlah uang yang harus
kuberikan kepadanya. Di dalam sakuku hanya tinggal delapan belas ribu rupiah. Sebab
uangku yang hanya Rp.60.000 saat aku berangkat telah kubelikan pulsa seharga
dua belas ribu rupiah dan tiket damriku tiga puluh ribu rupiah. Akhirnya aku
memutuskan memberinya Empat ribu rupiah.
Tinggallah sisa uangku sepuluh ribu rupiah. Saat kuperiksa tasku ternyata ada
uang yang sudah lama tersembunyi tiga ribu rupiah.
Aku
menyangka jarak dari soekarno hatta menuju gambir hanya beberapa menit saja.
Ternyata jauh banget. Di sepanjang jalan aku bertanya berkali-kali kepada
mas-mas yang duduk disampingku. Aku bertanya apakah kami sudah sampai di gambir
atau belum. Mas-mas tersebut terlihat kesal kepadaku dan berkata “duduk saja
neng, pokonya kalau sudah sampai di gambir bus ini akan berhenti”. Aku
mengucapkan terima kasih kepadanya dan berulang-ulang kali menelvon
teman-temanku agar menunggu aku di gambir sampai aku datang. Aku benar-benar
takut seandainya mereka meninggalkanku kembali. Aku juga deg-deg an
membayangkan uangku yang tidak cukup lagi untuk naik taksi menuju hotel tujuan
kami.
Sesampainya
di gambir, banyak orang yang menawariku bantuan untuk mengangkut
barang-barangku. Aku menolaknya dan berjalan penuh percaya diri keluar dari
bus. Aku berusaha terlihat santai seperti orang yang sudah terbiasa dengan
daerah tersebut agar tidak ada orang jahat yang mengikutiku. Sebenarnya aku
juga bingung harus menuju kemana. Akhirnya diujung lokasi tersebut, aku melihat
sebuah musholla. Aku memutuskan menuju kemusholla tersebut untuk beristirahat dan
menelvon temanku.
Dengan
percaya diri, aku mempercepat langkahku menuju musholla tersebut. Tiba-tiba
handphoneku berbunyi. Terdengar suara perempuan memperkenalkan diri kepadaku.
Katanya dia adalah salah seorang grantees beasiswa juga. Dia bersama
teman-temanku yang lain telah menungguku di pojok parkiran dekat sebuah pohon. Aku
melihat sekeliling dan tidak menemukan mereka. Sebenarnya lucu juga sih, jelas
saja aku tidak menemukan mereka karena tidak satupun dari wajah mereka yang
kukenal sebelumnya. Setelah mencari-cari dan mengikuti instruksi yang
diberikannya, akhirnya aku menemukan teman-teman baruku tersebut. Aku
berkenalan dengan mereka semua. Ternyata teman yang menelvonku tersebut
seumuran denganku. Namanya Okta. Dia berasal dari tarakan, Kalimantan. Awalnya
aku menyangka dia laki-laki karena dandanannya tomboy banget. Ternyata dia seorang wanita
yang lemah lembut dan kalem.
Sambil
menunggu beberapa teman yang lain, teman-temanku yang sudah ada disana
mendiskusikan kalau ongkos taksi menuju hotel tempat kami menginap nantinya
berkemungkinan sekitar tiga puluh ribuan. Aku kaget dan teringat kalau uang
yang tinggal disakuku kurang dari lima belas ribuan. Aku mencari cara agar bisa
sampai di hotel tanpa ketahuan kalau aku benar-benar sedang tidak punya uang.
Didalam
hati aku berdoa agar Allah menunjukkanku jalan keluar yang bijaksana, akhirnya
aku berbisik kepada okta kalau aku akan meminjam uangnya untuk ongkos taksiku
nantinya. Aku mengatakan kepadanya kalau aku akan membayarnya setelah aku
menarik uangku yang ada di ATM. Padahal semua uang di ATM ku sudah habis untuk
keperluanku di lokasi KKN ku. Tapia aku yakin pasti ada jalan lain lagi buat
mengganti uangnya okta. Ternyata Okta anak yang baik banget. Dia mengiyakan
permintaanku sambil tersenyum. Aku benar-benar bersyukur telah dipertemukan
dengannya.
Tidak
berapa lama aku duduk terdiam di atas taksi sambil menikmati keruwetan lalu
lintas Jakarta. Aku melihat kiri kanan jalan dengan penuh kekaguman karena
biasanya aku hanya bisa melihat daerah Jakarta di dalam televisi. Beberapa
menit di dalam taksi yang full AC tersebut, akhirnya kami sampai di hotel penginapan, aku melihat
nama hotel yang akan kutempati tersebut. Namanya hotel New Idola di Jakarta
timur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar