Pengikut

Kamis, 14 Maret 2013

Jakarta,,,Siapa Takut!!


Tanpa terasa akupun telah sampai di bandara soekarno hatta. Aku dan wartawan itu mengucapkan salam  perpisahan satu sama lain. Selanjutnya aku bingung harus melakukan apa. Aku menelvon  temanku  yang telah berjanji akan menungguku di sana .Ternyata mereka telah duluan menuju gambir dan telah berada diatas bus damri. Aku benar-benar sedih karena mereka tega meninggalkanku. Namun, kesedihanku gak berpanjangan sebab mereka berjanji akan menungguku di gambir sampai aku datang.
Aku melihat ke sekeliling landasan udara tersebut. Kulihat semua orang sibuk dengan urusannya masing-masing dan mereka berjalan menuju ke dalam gedung Bandara tersebut. Aku mengikuti mereka dan mendekati seorang ibu-ibu yang terlihat susah membawa barang bawaannya yang berat. Aku menawaran diri untuk membantunya. Dia tersenyum dan menerima tawaranku. Ibu tersebut merangkul bahuku dan mengajakku terlebih dahulu menuju ke bagasi untuk mengambil barang-barangnya yang lain. Aku juga teringat kalau aku juga punya barang di bagasi. Sambil berjalan ibu tersebut menanyai daerah tujuanku. Aku menceritakan semua yang akan kulakukan. Ibu tersebut terkejut dan terlihat sangat mencemaskanku. Sebab Jakarta adalah daerah yang sangat berbahaya bagi seorang gadis yang baru pertama kali datang kesana sendirian dan belum tahu pasti alamat yang akan dituju. Seperti hal yang kualami saat itu.
Aku mengatakan kalau aku telah memiliki daerah tujuan yang pasti dan peta perjalanan yang lengkap. Ibu tersebut mengatakan kalau nanti anak perempuannya yang telah menunggu diruang tunggu kedatangan akan membantuku menunjukkan tempat pembelian tiket bus damri yang akan kunaiki menuju gambir. Ternyata benar, diluar telah menunggu anak perempuan ibu tersebut. Ibu tersebut memperkenalkan aku kepada anaknya dan menceritakan kalau aku butuh bantuannya untuk membelikan tiket damri menuju gambir.
Kakak tersebut mengajakku  menuju loket pembelian tiket damri dan menunggu bus damri menuju gambir. Ternyata biaya pembelian tiket damri tiga puluh lima ribu rupiah. Setelah busku datang, aku mengucapkan terima kasih banyak kepada mereka. Kakak tersebut berpesan agar aku tidak boleh terlihat kikuk ketika sampai di gambir nantinya. Saat aku mau menaikkan barang-barangku ke atas bus, seorang laki-laki membantuku mengangkatnya ke atas bus. Aku menyangka laki-laki tersebut adalah kernet atau supir bus tersebut. Dia mencarikan tempat duduk buatku. Setelah aku menemukan posisi duduk yang nyaman, aku mengucapkan terima kasih kepadanya. Ternyata laki-laki tersebut terus berdiri disampingku. Ia menyindirku sambil berkata “beri saja secukupnya”. Oh tuhan, akhirnya aku baru sadar kalau laki-laki tersebut adalah seorang tukang angkat. Aku ragu dan bingung tentang jumlah uang yang harus kuberikan kepadanya. Di dalam sakuku hanya tinggal delapan belas ribu rupiah. Sebab uangku yang hanya Rp.60.000 saat aku berangkat telah kubelikan pulsa seharga dua belas ribu rupiah dan tiket damriku tiga puluh ribu rupiah. Akhirnya aku memutuskan memberinya  Empat ribu rupiah. Tinggallah sisa uangku sepuluh ribu rupiah. Saat kuperiksa tasku ternyata ada uang yang sudah lama tersembunyi tiga ribu rupiah.
Aku menyangka jarak dari soekarno hatta menuju gambir hanya beberapa menit saja. Ternyata jauh banget. Di sepanjang jalan aku bertanya berkali-kali kepada mas-mas yang duduk disampingku. Aku bertanya apakah kami sudah sampai di gambir atau belum. Mas-mas tersebut terlihat kesal kepadaku dan berkata “duduk saja neng, pokonya kalau sudah sampai di gambir bus ini akan berhenti”. Aku mengucapkan terima kasih kepadanya dan berulang-ulang kali menelvon teman-temanku agar menunggu aku di gambir sampai aku datang. Aku benar-benar takut seandainya mereka meninggalkanku kembali. Aku juga deg-deg an membayangkan uangku yang tidak cukup lagi untuk naik taksi menuju hotel tujuan kami.
Sesampainya di gambir, banyak orang yang menawariku bantuan untuk mengangkut barang-barangku. Aku menolaknya dan berjalan penuh percaya diri keluar dari bus. Aku berusaha terlihat santai seperti orang yang sudah terbiasa dengan daerah tersebut agar tidak ada orang jahat yang mengikutiku. Sebenarnya aku juga bingung harus menuju kemana. Akhirnya diujung lokasi tersebut, aku melihat sebuah musholla. Aku memutuskan menuju kemusholla tersebut untuk beristirahat dan menelvon temanku.
Dengan percaya diri, aku mempercepat langkahku menuju musholla tersebut. Tiba-tiba handphoneku berbunyi. Terdengar suara perempuan memperkenalkan diri kepadaku. Katanya dia adalah salah seorang grantees beasiswa juga. Dia bersama teman-temanku yang lain telah menungguku di pojok parkiran dekat sebuah pohon. Aku melihat sekeliling dan tidak menemukan mereka. Sebenarnya lucu juga sih, jelas saja aku tidak menemukan mereka karena tidak satupun dari wajah mereka yang kukenal sebelumnya. Setelah mencari-cari dan mengikuti instruksi yang diberikannya, akhirnya aku menemukan teman-teman baruku tersebut. Aku berkenalan dengan mereka semua. Ternyata teman yang menelvonku tersebut seumuran denganku. Namanya Okta. Dia berasal dari tarakan, Kalimantan. Awalnya aku menyangka dia laki-laki karena dandanannya  tomboy banget. Ternyata dia seorang wanita yang lemah lembut dan kalem.  
Sambil menunggu beberapa teman yang lain, teman-temanku yang sudah ada disana mendiskusikan kalau ongkos taksi menuju hotel tempat kami menginap nantinya berkemungkinan sekitar tiga puluh ribuan. Aku kaget dan teringat kalau uang yang tinggal disakuku kurang dari lima belas ribuan. Aku mencari cara agar bisa sampai di hotel tanpa ketahuan kalau aku benar-benar sedang tidak punya uang.
Didalam hati aku berdoa agar Allah menunjukkanku jalan keluar yang bijaksana, akhirnya aku berbisik kepada okta kalau aku akan meminjam uangnya untuk ongkos taksiku nantinya. Aku mengatakan kepadanya kalau aku akan membayarnya setelah aku menarik uangku yang ada di ATM. Padahal semua uang di ATM ku sudah habis untuk keperluanku di lokasi KKN ku. Tapia aku yakin pasti ada jalan lain lagi buat mengganti uangnya okta. Ternyata Okta anak yang baik banget. Dia mengiyakan permintaanku sambil tersenyum. Aku benar-benar bersyukur telah dipertemukan dengannya.
Tidak berapa lama aku duduk terdiam di atas taksi sambil menikmati keruwetan lalu lintas Jakarta. Aku melihat kiri kanan jalan dengan penuh kekaguman karena biasanya aku hanya bisa melihat daerah Jakarta di dalam televisi. Beberapa menit di dalam taksi yang full AC tersebut, akhirnya  kami sampai di hotel penginapan, aku melihat nama hotel yang akan kutempati tersebut. Namanya hotel New Idola di Jakarta timur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar